TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tanggapi Laporan AS, Kemlu RI: Memang di Sana Tak Ada Pelanggaran HAM?

Deplu AS sebut aplikasi PeduliLindungi langgar privasi

(Ilustrasi Gedung Pancasila Kemenlu) www.kemlu.go.id

Jakarta, IDN Times - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menanggapi laporan situasi HAM yang dirilis Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS). Negeri Paman Sam juga memberikan penilaian kepada Indonesia dalam bentuk laporan setebal 60 halaman berjudul "Indonesia 2021 Human Rights Report."

Salah satu yang disorot Deplu AS dari Indonesia yakni mengenai aplikasi PeduliLindungi yang dibuat pemerintah, untuk menjadi alat skrining bagi warga agar dapat mengakses tempat publik. Aplikasi itu juga menyimpan data mengenai status vaksinasi seseorang.

"Kelompok masyarakat sipil menyampaikan kekhawatiran mengenai informasi apa saja yang dikumpulkan melalui aplikasi tersebut. Selain itu, mereka juga khawatir dengan cara data-data pribadi itu disimpan dan digunakan oleh pemerintah," demikian isi laporan tersebut yang dirilis pada 13 April 2022. 

Aplikasi PeduliLindungi dianggap Deplu AS sebagai bentuk pelanggaran privasi warga secara semena-mena. Sebab, ada kekhawatiran data-data pribadi yang tersimpan di sana dapat disalahgunakan. 

Namun, dalam laporan Deplu AS mengenai situasi HAM di Singapura, Negeri Paman Sam tak menyoroti penggunaan aplikasi serupa yang dibuat oleh Negeri Singa. Padahal, Singapura adalah pionir dalam pembuatan aplikasi untuk bisa melakukan pelacakan kontak dekat COVID-19. Mereka menamakan aplikasi itu TraceTogether. 

Kementerian Komunikasi dan Informatika bahkan pernah mengakui PeduliLindungi dibuat karena terinspirasi aplikasi TraceTogether. Lalu, apa respons Kemlu terkait laporan situasi HAM yang dibuat oleh AS?

Baca Juga: Komnas HAM Kawal 3 Kasus Dugaan Pelanggaran HAM di Papua

Baca Juga: Kominfo Akui PeduliLindungi Terinspirasi dari TraceTogether Singapura

1. Deplu AS turut soroti pembunuhan semena-mena, khususnya di Papua

Ilustrasi Pulau Papua (IDN Times/Mardya Shakti)

Di bagian awal, AS menyoroti peristiwa pembunuhan semena-mena sepanjang 2021 yang terjadi di Indonesia. Salah satu yang mereka soroti yakni tindak kekerasan yang terjadi di Papua. AS menyoroti adanya operasi melawan anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua dan Papua Barat. 

"Polisi dan pihak militer tidak melakukan penyelidikan apapun. Ketika mereka berupaya melakukannya, justru gagal mengungkap fakta atau temuan dari penyelidikan internal," kata Deplu AS.

Situasi itu diperparah dengan sulitnya Papua untuk diakses. Sehingga, pihak-pihak lain yang ingin melakukan konfirmasi fakta menjadi sulit. 

Deplu AS juga menyitir data dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang melaporkan ada 16 kematian karena dugaan penyiksaan dan penganiayaan oleh aparat keamanan pada periode Juni 2020 dan Mei 2021. KontraS juga menyebut ada 13 orang yang meninggal akibat ditembak polisi pada periode waktu yang sama. 

Deplu AS turut menyebut penembakan terhadap enam anggota Front Pembela Islam (FPI) sebagai pembunuhan yang semena-mena. Mereka mengutip laporan dari Komnas HAM yang menyebut polisi tetap menembak mati empat anggota FPI meski sudah berada di tahanan polisi. 

"Komnas HAM bahkan menyebut dalam laporannya bahwa pembunuhan itu sebagai pelanggaran HAM," kata Deplu AS.

2. Kemlu ingatkan bahwa pelanggaran HAM pun masih terjadi di AS

Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah (Dokumentasi Kementerian Luar Negeri)

Sementara, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, menyentil laporan yang dirilis Deplu AS itu. Ia mempertanyakan dasar bagi Negeri Paman Sam menerbitkan semacam raport dan menilai situasi HAM di 190 negara di dunia. 

"Bagaimana dengan raport situasi HAM di AS, siapa yang akan memberikan penilaian?" tanya pria yang akrab disapa Faiza itu kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Jumat (15/4/2022). 

Ia pun mengingatkan bahwa tidak ada satu pun negara yang sempurna terkait penegakan isu HAM. AS pun tak luput dari daftar negara yang masih memiliki banyak pekerjaan rumah terkait penegakan HAM. 

"Masih ingat kasus George Floyd yang meninggal karena kekerasan oleh polisi AS serta gerakan Black Lives Matter (BLM) setelah itu?" tanya pria yang pernah menjadi Duta Besar Indonesia di Kanada itu. 

"Jadi, apa benar no human rights issue in US? Seriously?" tanya dia, lagi. 

Baca Juga: Media Asing Soroti Deklarasi Benny Wenda Bentuk Pemerintahan di Papua

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya