TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Eks Menlu RI: Lima Poin Konsensus Bisa 'Ikat Tangan' Junta Myanmar

Eks Menlu RI Marty Natalegawa bicara soal konflik Myanmar

Demo menentang kudeta junta militer di negara bagian Kayin, Myanmar, pada 9 Februari 2021. (Wikimedia Commons/ninjastrikers)

Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Marty Natalegawa, mengatakan bahwa formula Lima Poin Konsensus (5PC) yang digunakan ASEAN untuk membantu Myanmar keluar dari krisis politik, masih sangat relevan hingga saat ini.

Namun, ASEAN tetap harus bekerja ekstra keras untuk mewujudkan konsensus tersebut. Di sisi lain, formula 5PC ini bisa ‘mengikat’ junta militer Myanmar.

“Saya kira 5PC ini penting, tidak hanya dari segi substansi tapi juga kenyataannya bisa mengikat tangan junta militer,” kata Marty, ketika ditemui di Jakarta, Senin (13/2/2023).

Baca Juga: Panglima TNI Siapkan Jenderal yang Paham Diplomasi ke Myanmar

1. ASEAN bisa desak tanggung jawab dari Myanmar

Menteri Luar Negeri RI 2009-2014 Marty Natalegawa. (IDN Times/Sonya Michaella)

Formula 5PC ini juga disepakati oleh junta militer Myanmar pada April 2021 di Jakarta, dua bulan setelah kudeta pecah di negara tersebut. Di bawah 5PC ini, Marty mengatakan bahwa ASEAN sangat mungkin untuk meminta pertanggungjawaban Myanmar.

“Tidak cukup untuk kita berharap dan menunggu tindakan dari junta Myanmar karena banyak langkah-langkah yang bisa dilakukan ASEAN untuk pelaksanaan 5PC,” ucap menlu RI periode 2009-2014 ini.

Marty memberikan contoh di poin pertama, yang menyebutkan penghentian kekerasan di Myanmar.

“ASEAN bisa kirim tim monitor atau melakukan pemantauan seberapa jauh komitmen tersebut dilaksanakan,” tuturnya.

Marty juga menilai bahwa ASEAN bisa mendorong Dewan Keamanan PBB untuk menciptakan otoritasi guna memonitor pelaksanaan 5PC tersebut.

“Perlu adanya dialog antar pihak-pihak terkait di Myanmar,” lanjut Marty.

2. Buah simalakama tidak diundangnya Myanmar ke pertemuan ASEAN

Kursi Myanmar kosong di AMM Retreat 2023. (IDN Times/Sonya Michaella)

Terkait tidak diundangnya Myanmar ke setiap pertemuan ASEAN, menurut Marty, ini adalah sikap ASEAN terhadap isu konflik negara ini.

“Namun faktanya, ini menjadikan Myanmar keenakan dan tidak bisa diminta pertanggungjawaban,” tegas Marty lagi.

Dengan tidak hadirnya Myanmar di semua pertemuan ASEAN sejak dua tahun lalu, ini menandakan bahwa negara tersebut diisolasi. Tetapi, Marty menyebut isolasi adalah zona nyaman mereka.

Baca Juga: Atasi Krisis Myanmar, ASEAN Harusnya Tunjuk Utusan Khusus yang Tetap 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya