TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dilanda Krisis Biaya Hidup, Jutaan Warga Prancis Tetap Mogok Kerja

Warga tuntut pembatalan kenaikan usia pensiun 

Ilustrasi aksi protes (Unsplash.com/Cristian Castillo)

Jakarta, IDN Times - Mogok kerja di Prancis yang melibatkan 1,2 juta warga kian memanas. Mereka menuntut Presiden Emmanuel Macron membatalkan rencana soal kenaikan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun.

Namun, aksi itu memicu kekhawatiran dari kalangan buruh. Sebab, uang saku mereka kian menipis di tengah krisis biaya hidup akibat kenaikan inflasi.

Baca Juga: Prancis dan Polandia Beri Sinyal Kirim Jet Tempur F-16 ke Ukraina  

1. Serikat pekerja cari solusi untuk meringankan kerugian mogok kerja

Melansir Reuters, seorang pekerja kereta api sekaligus anggota Konfederasi Serikat Buruh Prancis (CGT), Franck Viger-Brunet, mengatakan dia dan rekan-rekannya harus cermat menyisihkan uang. Sebab, ia juga harus membayar iuran agar bisa meramaikan demo nasional. 

"Kami membayar untuk hari-hari kami mogok. Saya telah menganggarkan bulan lalu untuk dapat mogok selama sebulan (melawan reformasi ini). Kami harus terus berjalan," kata Viger-Brunet, Rabu (1/2/2023).

Untuk mengatasi kebuntuan finansial, serikat pekerja dan anggotanya sedang berupaya meminimalkan dampak mogok kerja terhadap keuangan masing-masing demonstran. 

Seorang pekerja pembibitan, Said Bellahecene, mengaku harus bekerja pada Selasa pagi agar bisa mengikuti mogok kerja pada sore hari. Itu juga dilakukan untuk menghindari kehilangan upah sehari penuh.

"Saya punya dua anak dan harus membayar sewa, tapi saya siap kehilangan beberapa minggu (gaji) dan membuat negara terhenti daripada kehilangan dua tahun kemudian (di bawah reformasi)," ungkap wanita berusia 55 tahun itu ketika berdemo.

2. Biaya hidup tinggi jadi tantangan buruh untuk lanjutkan aksi

Meskipun aksi mogok kerja dari berbagai pekerja itu terwujud, pemimpin CGT Philippe Martinez mengatakan, aksi yang terus bergulir dapat memicu momok bagi keuangan demonstran, meskipun pengorbanan itu berarti bagi para pekerja.

"Pemerintah ingin mengecilkan kemarahan, kita harus mengubah persneling," kata Martinez di radio France Inter, dilansir Reuters.

Sejauh ini, serikat pekerja berusaha melonggarkan intensitas pemogokan untuk mengurangi kerugian upah. Adapun pemogokan berikutnya hanya akan dilakukan 7 Februari. 

Upaya lainnya terlihat ketika serikat berniat untuk menggelar demo nasional pada Sabtu 11 Februari. Hal itu memungkinkan menarik lebih banyak pekerja untuk ikut protes tanpa harus keberatan soal iuran besar.

Serikat pekerja di Prancis biasanya tidak memiliki uang kas pemogokan secara permanen untuk membantu kerugian demonstran, meskipun beberapa terkadang berinisiatif membuat celengan yang berasal dari donasi untuk tujuan tertentu.

Baca Juga: Prancis dan Australia Akan Kirim Ribuan Peluru Artileri untuk Ukraina

Verified Writer

Syahreza Zanskie

Feel free to contact me! syahrezajangkie@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya