TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pekerja Seks di Thailand Ajukan Petisi, Protes Kriminalisasi

Mereka kumpulkan 10 ribu tandatangan

Ilustrasi Pekerja Seks (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Pekerja seks di Thailand menyampaikan petisi yang mendesak pemerintahnya agar prostitusi tidak dikriminalisasi dan meminta penguasa untuk menghapus hukuman untuk menjajakan seks.

Empower Foundation, yayasan yang banyak melakukan advokasi bagi pekerja seks mengatakan pihaknya berharap bisa mengumpulkan 10 ribu tanda tangan sebelum menyampaikan petisi itu ke parlemen dan mencoba meyakinkan wakil rakyat untuk mengubah hukum terkait prostitusi di Negeri Gajah Putih itu.

Baca Juga: Marak Prostitusi, Pemerintah Thailand Nyatakan Tolak Wisata Seks

1. Banyak pekerja seks adalah ibu rumah tangga dan sumber nafkah keluarga

Ilustrasi Suasana Bangkok, Thailand (IDN Times/Dwifantya Aquina)

Lebih dari dua dekade, 30 ribu pekerja seks mendapatkan advokasi, kesempatan belajar.  Bagi sebagian besar, itu kesempatan yang pertama dan satu-satunya bagi mereka.

“Hukum yang ada mengancam pekerja seks, padahal 80 persen dari mereka adalah ibu rumah tangga dan menjadi sumber utama nafkah bagi keluarga,” kata Mai Junta, wakil yayasan, sebagaimana dikutip Thomson Reuters Foundation, Selasa (22/9/2020).  Pekerja seks diperlakukan sebagai kriminal.

Lebih dari 1.000 orang sudah menandatangani petisi itu, sejak diluncurkan pada hari Sabtu (19/9/2020).

2. Hukum prostitusi yang berlaku di Thailand sudah ada sejak 1960

Ilustrasi Hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Thailand didominasi pemeluk agama Buddha dan tergolong masyarakat yang konservatif, sebagaimana banyak negara di Asia. Di sisi lain, Thailand menjadi surga bagi industri seks, yang mayoritas sebenarnya melayani laki-laki Thailand. Para turis juga tertarik akan kehidupan malam dan bisnis tempat pijat yang marak di Thailand, terutama Bangkok, kota tujuan utama turis.

Para aktivis perempuan dan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) menganggap hukum yang berlaku sekarang, yang membuat prostitusi ilegal tahun 1960-an, tidak melindungi pekerja seks. Penangkapan yang dilakukan, juga hukuman denda karena menjajakan seks, mendorong mereka ke jurang kemiskinan yang makin dalam.

Pejabat di kementerian pembangunan sosial  dan keamanan manusia bagi perempuan di negeri itu mengaku bahwa pihaknya tengah membuka proses amandemen hukum prostitusi dan akan menggelar dengar pendapat publik secara daring tahun depan.  Dia tidak memberikan detil soal ini.

“Kami menyadari adanya protes berkaitan dengan pelanggaran hak-hak pekerja seks berkaitan dengan hukum yang ada.  Kami tidak menafikan saran (untuk menghapuskan UU),” kata juru bicara kementerian.

Baca Juga: Begini Nasib Pekerja Seks di 4 Negara Saat Wabah Virus Corona

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya