TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

228 Etnis Rohingya yang Kabur dari Myanmar Tertangkap di Laut

730 ribu lebih etnis Rohingya kabur ke Bangladesh

Pengungsi Rohingya di Bangladesh tak memiliki kesempatan untuk memilih pada pemilu di Myanmar. Ilustrasi (instagram/thebiddysphoto)

Jakarta, IDN Times - Angkatan Laut Myanmar menangkap kapal yang mengangkut 228 orang Rohingya pada Senin (29/11/2021). Mereka adalah etnis muslim minoritas yang teraniaya sehingga berusaha meninggalkan Myanmar.

Dilansir dari The Straits Times, 30 anak-anak berada di kapal yang ditahan di perairan dekat Sittwe di barat laut Myanmar. Ada juga lima pekerja kapal yang ditangkap dan langsung diserahkan ke polisi serta pihak imigrasi.

Baca Juga: Diduga Pengungsi Rohingya Masuk, Pengawasan Selat Malaka Diperketat

1. Sebanyak 32 orang Rohingya meninggal saat mencoba kabur pada 2020

Ilustrasi Pengungsi (IDN Times/Mardya Shakti)

Juru bicara pemerintah militer Myanmar tidak segera menanggapi panggilan yang meminta komentar. Seorang pejabat pemerintah mengkonfirmasi insiden itu, tetapi menolak untuk memberikan rincian.

Gambar-gambar yang disiarkan melalui stasiun MRTV memperlihatkan orang-orang berkerumun di kapal kayu panjang, memperlihatkan pula beberapa perempuan bercadar yang menggendong anak-anak.

Pemandangan seperti itu bukan hal baru. Pada 2020 lalu, 32 Rohingya tewas di kapal yang hanyut selama berminggu-minggu karena gagal mencapai Malaysia.

2. Lebih dari 730 ribu etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh

Etnis Rohingnya di Myanmar telah menjadi korban atas perlakuan kejam militer Myanmar (twitter.com/The Rohingnya Post)

Myanmar yang mayoritas beragama Buddha tidak mengakui Rohingya sebagai warga negara. Ruang aktivitas dan ekspresi mereka juga dibatasi, termasuk sulit untuk memperoleh akses kesehatan dan pendidikan.

Myanmar membantah menganiaya Rohingya dan mengatakan mereka bukan etnis asli, tetapi imigran dari Asia Selatan. Lebih dari 730 ribu Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh pada 2017 untuk menghindari tindakan keras kelompok militer, tindakan yang disebut oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai genosida.

Naypyidaw membantah tuduhan PBB dan berdalih aksi represif militer adalah respons terhadap kelompok militan Rohingya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya