TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

74 Demonstran Melbourne Pengusung Konspirasi Anti-Lockdown Ditangkap

Berawal dari obrolan grup soal konspirasi

Tangkapan layar video demonstrasi di Australia (abc.net.au)

Jakarta, IDN Times - Aparat keamanan Melbourne, Australia, menangkap 74 demonstran yang menolak kebijakan penguncian wilayah (anti-lockdown) pada Minggu, 13 September 2020. Selain menyerukan warga untuk tidak patuh lockdown, mereka juga menyerang polisi yang datang untuk mengamankan pengunjuk rasa.
 
Demonstrasi itu terjadi bertepatan dengan rencana negara bagian Victoria untuk melonggarkan pembatasannya, yang telah diberlakukan sejak awal Juli lalu.
 
Sebagai informasi, Victoria merupakan salah satu episentrum pandemik COVID-19 di Australia. Sekitar 75 persen dari kasus corona di Negara Kanguru itu berasal dari Victoria, dengan 90 persennya berakhir kematian.

Baca Juga: Tekan Lonjakan Kasus COVID-19, Melbourne akan Terapkan Jam Malam

1. Demonstrasi berawal dari teori konspirasi

Ilustrasi virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Dilansir dari BBC, demonstrasi ini bermula dari perbincangan seputar teori konspirasi virus corona di salah satu grup media sosial. Kemudian, pada Minggu 3 September 2020, sekitar 250 orang berkumpul di pusat pasar Queen Victoria menuntut supaya lockdown segera diakhiri.
 
Bentrokan antara aparat dengan demonstran tidak terelakkan. Polisi menangkap 74 orang dan 176 lainnya didenda. Polisi juga meringkus satu orang terduga sebagai provokator. Sebelumnya, pada Sabtu 12 September 2020, polisi juga menangkap 14 demonstran dengan tuntutan yang sama.
 
Sejak pengetatan pembatasan, sejumlah negara bagian Australia telah memberikan kuasa lebih kepada polisi untuk mengawal larangan-larangan dalam lockdown.

2. Demonstrasi dinilai sebagai tindakan yang egois

Twitter/@DanielAndrewsMP

Pekan lalu, pengusung teori konspirasi menyerukan kampanye “Freedom Day” di seluruh negara bagian Australia. Kampanye itu diserukan karena pemerintah Australia dianggap berlebihan dalam menyikapi pandemik.
 
Perdana Menteri negara bagian Victoria, Daniel Andrews, menyebut aksi tersebut sebagai tindakan yang egois, melanggar hukum, dan salah.
 
“Itu tidak cerdas, itu tidak benar. Ini bukan waktunya untuk protes. Tidak ada yang memiliki hak untuk membuat pilihan itu. Hal itu (aksi) berpotensi membahayakan apa yang sedang kita kerjakan,” kata dia, dilansir BBC, setelah menyampaikan update kasus COVID-19, Sabtu 12 September 2020.

Baca Juga: Hubungan Merenggang, 3 Jurnalis Australia Diinterogasi Tiongkok

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya