Dewan Keamanan PBB Kecam Kudeta Militer Myanmar
DK PBB meminta agar tahanan politik segera dibebaskan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) mengecam kudeta militer yang terjadi di Myanmar pada Senin (1/2/2021). Mereka menyerukan pembebasan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM), dan supremasi hukum.
Selain Suu Kyi, Presiden Win Myint dan banyak dari anggota Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) yang juga ditahan. Kudeta terjadi sebagai puncak ketegangan antara fraksi militer dan pemerintahan sipil atas tudingan kecurangan pemilu pada November 2020 yang memenangkan NLD.
“Anggota Dewan Keamanan mengungkapkan keprihatinan yang mendalam atas deklarasi darurat yang diberlakukan di Myanmar oleh militer pada 1 Februari dan penahanan sewenang-wenang terhadap anggota Pemerintah,” kata Presiden DK PBB Barbara Woodward, dilansir dari laman resmi PBB, Jumat (5/2/2021).
Tidak lama setelah diumumkannya kekuasaan militer selama satu tahun, Suu Kyi menyerukan agar seluruh masyarakat menggelar protes sebagai aksi penolakan terhadap perebutan kekuasaan secara inkonstitusional.
“Dewan menekankan perlunya menahan diri dari kekerasan. Dewan juga mendorong terwujudnya dialog dan rekonsiliasi, sesuai dengan kemauan dan kepentingan rakyat Myanmar,” tambah Woodward mewakili 15 anggota dewan.
Baca Juga: Sekjen PBB Desak Masyarakat Dunia Pastikan Kudeta Myanmar Gagal
1. Mendesak militer Myanmar untuk tidak memutus akses bantuan kemanusiaan
Pada kesempatan yang sama, Woordward menyerukan agar pemerintahan yang saat ini dipimpin oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Min Aung Hlaing tidak menutup akses terhadap bantuan kemanusiaan.
Dewan juga mengecam pembatasan internet dan pemblokiran terhadap media sosial, sehingga menyulitkan masyarakat untuk memperoleh informasi terbaru.
“Dewan menyerukan akses kemanusiaan yang aman dan tanpa hambatan ke semua orang yang membutuhkan, termasuk melalui pembentukan kembali penerbangan untuk bantuan PBB,” ujar Woodward.
Baca Juga: 19 Bulan Tanpa Internet, Warga Rakhine Myanmar Kini Bisa Online Lagi