Profil Min Aung Hlaing, Dalang Kudeta dan Pemimpin Sementara Myanmar

Dikenal sebagai kadet yang biasa dan tidak berprestasi

Jakarta, IDN Times - Beberapa bulan setelah melancarkan kudeta, pemimpin junta militer Min Aung Hlaing memproklamirkan diri sebagai Perdana Menteri sementara Myanmar. Dia juga berjanji untuk mencabut masa darurat dan mengadakan pemilihan umum secara demokratis pada Agustus 2023. 

Sebelum menjadi topik pembicaraan karena berada di kursi kekuasaan, nama Min Aung kerap dikaitkan dengan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan pelecehan terhadap etnis Rohingnya. Beberapa hari sebelum kudeta, Min Aung sempat mewanti-wanti kemungkinan soal tindakan militer yang melanggar konstitusi, atas nama melindungi negara dari krisis politik. 

Memperingati satu tahun kudeta Myanmar, berikut IDN Times sajikan profil Min Aung Hlaing!

Baca Juga: Setahun Kudeta Myanmar, Kekuasaan Junta Diprediksi Tak Akan Bertahan

1. Kadet biasa yang karier di militernya tidak terlalu bagus

Profil Min Aung Hlaing, Dalang Kudeta dan Pemimpin Sementara Myanmar(Facebook/Min Aung Hlaing)

Dilansir dari Channel News Asia, Min Aung Hlaing merupakan alumni Universitas Yangon 1974. Semasa mahasiswa, dia menghindari aktivitas politik dan jutsru berusaha untuk bergabung dengan sekolah militer. Dia berhasil memasuki sekolah militer bergensi atau Akademi Badan Pertahanan (DSA) pada percobaan ketiganya.
 
“Dia orang yang tidak banyak bciara dan biasanya tidak menonjolkan diri,” kata seorang teman sekelasnya kepada Reuters pada 2016.
 
“Dia adalah kadet biasa yang dipromosikan secara teratur dan lambat,” ujar teman sekelasnya di DSA. Oleh sebab itu, dia sangat terkejut ketika seorang kadet yang tidak menonjol ternyata mampu memiliki pangkat yang lebih tinggi dari seorang perwira.  

2. Mulai muncul sebagai politikus sejak Suu Kyi berkuasa

Profil Min Aung Hlaing, Dalang Kudeta dan Pemimpin Sementara MyanmarPenasehat Negara dan Menteri Luar Negeri Myanmar Aung San Suu Kyi (ANTARA FOTO/Ye Aung Thu)

Dilansir laporan Times 2017, Min Aung Hlaing pernah terlibat sebagai pengawas operasi militer di sepanjang perbatasan Myanmar-Tiongkok untuk menggulingkan Peng Jiasheng, salah satu tokoh regional terkuat.
 
Peristiwa yang dikenal sebagai insiden Kokang itu berlangsung hanya seminggu, tapi dia melanggar segudang aturan dalam waktu singkat. Seperti melanggar gencatan senjata selama 20 tahun hingga memaksa 30 ribu orang mengungsi ke Tiongkok dalam kondisi kritis.
 
Sepak terjangnya sebagai elit militer mulai ketika menggantikan pemimpin junta militer Than Shwe, bersamaan dengan Myanmar yang mulai memasuki transisi demokrasi pada 2011. Sejak Suu Kyi mulai memainkan peran sebagai pejabat de facto Burma, Min Aung Hlaing mulai mengubah sosoknya sebagai tentara pendiam dan menjadi politikus yang dekat dengan masyarakat.
 
Dia memanfaatkan platform Facebook untuk mempublikasikan aktivitas sehari-harinya, mulai dari pertemuan dengan tokoh masyarakat, pejabat, hingga kunjungan ke biara. Dia sempat menjadi salah satu tokoh populer sebelum pamornya turun karena terlibat dalam penyerangan etnis Rohingnya pada 2017.

Baca Juga: Kecewa dengan Junta Myanmar, PM Kamboja Curhat ke Presiden Jokowi

3. Dikecam karena terlibat dalam genosida Rohingnya

Profil Min Aung Hlaing, Dalang Kudeta dan Pemimpin Sementara MyanmarEtnis Rohingnya di Myanmar telah menjadi korban atas perlakuan kejam militer Myanmar (twitter.com/The Rohingnya Post)

Kepada Reuters, para diplomat dan pengamat meyakini, Min Aung banyak mempelajari langkah-langkah kudeta tanpa memicu perang sipil dari kasus kudeta di Libya dan negara-negara di Timur Tengah lainnya.
 
Min Aung memperpanjang masa jabatannya di pucuk pimpinan militer selama lima tahun lagi pada Februari 2016, sebuah langkah mengejutkan bagi para pengamat yang mengharapkan dia untuk mundur tahun itu selama perombakan kepemimpinan militer.
 
Pada 2017, aksi represif militer yang memaksa 730 ribu muslim Rohingnya hijrah ke Bangladesh serta negara Asia Tenggara lainnya menuai kritik dari berbagai lembaga internasional. Penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan, operasi militer Myanmar termasuk pembunuhan massal, pemerkosaan, dan pembakaran dilakukan dengan niat genosida.
 
Sebagai tanggapan, Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi kepada Min Aung Hlaing dan tiga pemimpin militer lainnya pada 2019 melalui pengadilan internasional. Pada 2019 pula PBB mendesak para pemimpin dunia untuk menjatuhkan sanksi keuangan yang ditargetkan pada perusahaan yang terkait dengan militer Myanmar. 

Baca Juga: Bertemu Pemimpin Junta Militer Myanmar, PM Kamboja Tuai Kritikan

Topik:

  • Anata Siregar
  • Bayu Aditya Suryanto
  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya