TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Profil Tsai Ing-wen, Presiden Taiwan yang Berani Lawan Tiongkok

Dia adalah presiden perempuan pertama di Taiwan

Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menghadiri kampanye menjelang pemilihan presiden di Chiayi, Taiwan, pada 7 Januari 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Ann Wang

Jakarta, IDN Times - Tsai Ing-wen adalah presiden perempuan pertama Taiwan yang lahir di Taipei pada 31 Agustus 1956. Dia merupakan putri bungsu dari 11 bersaudara. Ing-wen dibesarkan oleh orang tuanya yang bekerja sebagai pengusaha bengkel mobil kecil-kecilan di Kota Fungshan, Kabupaten Pingtung, wilayah selatan Taiwan.
 
Dilansir dari laman resmi pemerintahan Taiwan, Ing-wen lulus dari National Taiwan University pada 1978 sebagai sarjana hukum. Dia kemudian melanjutkan studi master hukum di Cornell University Law School, Amerika Serikat (AS), pada 1980 dan berhasil memperoleh gelar Ph.D bidang hukum dari London School of Economics and Political Science, Inggris, pada 1984. Spesialisasi yang dia ambil adalah perdagangan internasional dan hukum persaingan.
 
Setelah mengenyam pendidikan di berbagai negara, dia kemudian dianugerahkan gelar profesor dan sempat mengajar mata kuliah hukum di berbagai perguruan tinggi, antara lain National Chengchi University (1984-1990 dan 1993-2000) serta Soochow University School of Law (1991-1993).
 
Ing-wen berhasil mencapai puncak dari karier politiknya pada 2016 ketika dia terpilih sebagai presiden perempuan Taiwan pertama. Meski tidak mudah dan kebijakannya sarat kontroversi, perempuan yang juga Ketua Democratic Progressive Party (DPP) ini masih dipercaya warga Taiwan untuk periode keduanya saat memenangkan Pemilu 2020.

Kebijakan Ing-wen yang menjadi sorotan adalah penegasan kedaulatan Taiwan, bahwa negara kepulauan tersebut bukan wilayah yang memberontak dari Tiongkok. Sikap itu disambut oleh Presiden Xi Jinping dengan rektorika perang. Otoritas Tirai Bambu rutin mengirim pesawat tempur untuk berpatroli di wilayah udara Taiwan, sebagai ancaman supaya Ing-wen mengurungkan minatnya untuk mengumumkan kemerdekaan Taiwan.
 

Baca Juga: Pesan Imlek Presiden Taiwan: Hong Kong Harus Percaya Demokrasi

1. Mengawali karier politiknya dari kancah internasional

Presiden Taiwan Tsai Ing-wen saat meninjau latihan Angkatan Bersenjata Taiwan pada 4 Februari 2021. (Facebook.com/蔡英文 Tsai Ing-wen)

Selain menjadi dosen hukum, Ing-wen sudah terlibat dalam berbagai negosiasi perdagangan Taiwan sejak akhir 1980-an. Sejak 1990, dia berperan penting sebagai kepala penasihat hukum dalam negosiasi Taiwan untuk bergabung dengan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), hingga akhirnya berhasil menjadi anggta World Trade Organization (WTO) pada 2002.
 
Mulai akhir 1990-an, di tengah dinamika hubungan lintas selat (istilah lain untuk hubungan Tiongkok-Taiwan), Ing-wen dipercaya sebagai Penasihat Senior untuk Dewan Urusan Daratan (1994-1998), kemudian diangkat menjadi Penasihat Senior untuk Dewan Keamanan Nasional (1999-2000), dan Ketua Dewan Urusan Daratan (2000-2004).
 
Ing-wen bergabung dengan DPP pada 2004, selanjutnya terpilih sebagai anggota legislatif untuk periode 2005-2006. Setelah itu, ia diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri untuk perideo 2006-2007. Saat DPP kembali ke oposisi, Ing-wen terpilih sebagai Ketua DPP untuk dua periode berturut-turut (2008-2012 dan 2014-2018), dinobatkan sebagai perempuan pertama yang memimpin partai politik terbesar di Taiwan.
 

2. Bukan berasal dari keluarga politisi

Presiden Taiwan Tsai Ing-wen memberikan keterangan kepada media setelah pidato langsung kebijakan kedua menjelang pemilu pada Januari mendatang di Taipei, Taiwan, pada 25 Desember 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Ann Wang

Ing-wen sempat gagal dalam hajatan politik empat tahunan pada 2012, namun kala itu dia tercatat sebagai kandidat presiden perempuan pertama. Dia mencalonkan diri kembali sebagai kandidat dari DPP pada 2016 dan terpilih sebagai Presiden Taiwan ke-14. Ing-wen juga tercatat sebagai presiden pertama yang tidak lahir dari keluarga politisi.
 
Sebagai pemimpin partai yang mengusung nilai-nilai progresif, kebijakan-kebijakan yang dicetuskan Ing-wen kerap menuai polemik. Ketika mempromosikan energi terbarukan, dia dituduh sedang menghadapi krisis daya kelistrikan. Kemudian, dia juga tidak menyetujui tawaran libur dua hari dalam sepekan bagi pekerja, yang dianggap menyakiti para buruh.
 
Kemenangan Ing-wen tidak lepas dari kemampuannya mereformasi DPP. Di bawah kepemimpinannya, kinerja mereka jauh lebih baik dalam pemilihan kepala daerah. Pada periode pertama, dia meningkatkan pelayanan sosial, termasuk untuk perawatan anak-anak dan lansia. Upah minimum dan saham Taiwan juga meningkat.  
 
Tetapi, ekspor mengalami penurunan dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) rata-rata dalam empat tahun pertamanya sekitar 2,7 persen, lebih rendah dari presiden sebelumnya. Tingkat gaji bulanan karyawan sedikit meningkat, tetapi sama dengan 16 tahun yang lalu karena inflasi, angkanya masih yang terendah di antara Four Asian Tigers, julukan untuk empat negara Asia kecil yaitu Singapura, Hong Kong, Korea Selatan, dan Taiwan.  

Baca Juga: Tiongkok Marah Gara-gara Kapal AS Melewati Selat Taiwan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya