TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

WHO sebut Kesenjangan Vaksin COVID-19 sebagai Skandal Global

Baru 6 persen di Afrika yang sudah divaksinasi penuh

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. Foto diambil dari media sosial. twitter.com/DrTedros

Jakarta, IDN Times – Dirjen World Health Organization (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyebut kesenjangan terhadap distribusi dan akses vaksin COVID-19 di dunia adalah skandal yang harus segera dihentikan.

"Setiap hari ada enam kali lipat (vaksin) booster yang diberikan secara global dibanding dosis pertama di negara-negara berpenghasilan rendah," kata Tedros pada Jumat (12/11/2021), dilansir dari ANTARA.

Baca Juga: G7 Didesak Sumbang 1 Miliar Dosis Vaksin COVID-19 untuk Negara Miskin

Baca Juga: [EKSKLUSIF] Ketua Dewan Gavi Bicara soal Pemborosan Vaksin COVID-19

1. Baru 6 persen populasi di Afrika yang sudah divaksinasi lengkap

Bendera berkibar di kantor pusat WHO di Jenewa, Swiss (www.who.int)

Tedros menyoroti kesenjangan terparah di Afrika, yang baru 6 persen dari populasinya memperoleh vaksinasi lengkap. Di sisi lan, WHO juga sedang bergelut dengan krisis COVID-19 yang baru terjadi di Eropa. Hampir 2 juta kasus baru tercatat di Benua Biru dalam sepekan terakhir.

Badan kesehatan PBB itu berencana memvaksin 40 persen populasi di setiap negara hingga akhir 2021. Namun, dibutuhkan setidaknya 550 juta dosis tambahan untuk memenuhi target tersebut.

2. Keterbatasan infrastruktur jadi salah satu kendala distribusi vaksin

Vaksin COVID-19 Sinovac. Dok. IDN Times/bt

Ketua Dewan Gavi, José Manuel Barroso, menyampaikan bahwa salah satu tantangan pendistribusian vaksin ke negara miskin adalah alat penyimpanannya. Gavi dan COVAX, mitra WHO yang berfokus pada kesetaraan vaksin, tidak bisa mendistribusikan vaksin selama negara penerima tidak memiliki infrastruktur pendinginnya.

“Ketika mengirim vaksin dibutuhkan alat penyimpanan yang ultra dingin, yang berarti membutuhkan biaya dan infrastruktur tambahan untuk memastikannya dapat terdistribusi secara efektif. Ini sangat penting untuk negara berpenghasilan rendah dan menengah,” kata Barroso dalam wawancara eksklusifnya dengan IDN Times.

Baca Juga: WHO: 3,2 Juta Anak Afghanistan Berisiko Kekurangan Gizi Akut

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya