Nasib Mahasiswi Akhir Afghanistan: Hati Saya Berdarah Kampus Tutup
Taliban resmi menutup kampus untuk perempuan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Polemik pembatasan kuliah untuk mahasiswi Afghanistan kian disoroti usai rezim Taliban mengeluarkan keputusan untuk menutup universitas. Berbagai dampak dan reaksi dari banyak pihak bermunculan.
Maryam, nama samaran, adalah mahasiswi jurusan ilmu politik yang kini menempuh semester akhir. Perempuan berusia 23 tahun itu sedang mengerjakan tugas akhirnya pada Selasa (20/12/2022) malam, ketika tunangannya menelepon dan mengatakan Taliban telah melarang perempuan ke universitas.
“Dia mengatakan kepada saya, 'saya sangat menyesal, kamu tidak akan dapat mengikuti ujian akhirmu. Universitas telah ditutup untukmu.' Hati saya berdarah sejak mendengar kata-kata itu,” katanya kepada Al Jazeera, sambil menahan air mata.
Menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Tinggi Taliban, Nida Mohammad Nadim, pada Selasa Taliban menyerukan kepada semua universitas negeri dan swasta untuk menangguhkan pendidikan anak perempuan sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Belum jelas alasan di balik semua itu. Yang pasti, larangan itu datang setelah wanita di Afghanistan mengikuti tes masuk universitas pada Oktober.
Pada Rabu pagi, kendaraan militer sudah berada di depan kampus dan memblokir perempuan memasuki area universitas.
Baca Juga: Negara Teluk Kompak Kutuk Taliban yang Larang Perempuan Kuliah
1. Impian yang kandas
Maryam telah mempersiapkan diri, hanya beberapa jam sebelum larangan muncul, untuk menghadapi ujian akhir yang rencananya akan digelar beberapa hari mendatang. Dia berada di semester akhir, sedikit lagi untuk memperoleh gelar sarjana ilmu politik. Dia bertekad untuk menuntaskan studi meski kondisi negaranya suram.
“Setiap hari saya pergi bekerja, kemudian menghadiri kelas di malam hari, dan belajar sampai larut malam, sehingga saya dapat mencapai impian saya dan mengabdi pada negara saya,” katanya.
“Saya harus mengirim esai ke universitas lain untuk mendapatkan beasiswa master. Tapi tangan dan kakiku mati rasa. Saya tidak bisa menulis kata-kata. Aku ingin menangis, tapi aku tidak bisa menangis. Saya merasa telah dihukum karena memiliki harapan dan impian,” tambahnya.
Rasa kehilangan juga digaungkan mahasiswi lainnya di seluruh negeri tersebut.
Sahar, seorang mahasiswi ilmu komputer yang tengah berada pada semester akhir, mengungkapkan kegundahan hatinya.
“Saya merasa bungkam saat pertama kali mendengar berita itu. Saya masih tidak dapat berkata-kata untuk menggambarkan rasa sakit yang saya rasakan di hati saya,” ungkap Sahar, yang menolak disebutkan nama aslinya.
Sedari awal, ia berniat untuk melanjutkan pendidikannya untuk tingkat magister di bidang yang sama. Sahar tengah mempertimbangkan untuk lanjut kuliah di luar negeri. Namun, kebijakan Taliban tersebut menghambat semua upayanya.
“Jika saya tidak bisa belajar, hidup saya tidak berarti. Itu tidak ada nilainya,” tuturnya.
Baca Juga: Taliban Pakistan Rebut Penjara, Petugas Disandera-Minta Jalur Evakuasi
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.