Konflik Memanas, AS Evakuasi Staf Kedutaan dari Haiti

Militer AS perketat keamanan di kedutaan Washington di Haiti

Jakarta, IDN Times - Militer Amerika Serikat (AS) memulai evakuasi staf kedutaan non-esensial dari Haiti dan menerjunkan pasukannya untuk memperketat keamanan di kedutaan Washington di negara tersebut pada Minggu (10/3/2024). Itu dilakukan menyusul memanasnya situasi di ibu kota Port-au-Prince yang dilanda konflik

"Pengangkutan personel melalui udara masuk dan keluar dari kedutaan konsisten dengan praktik standar kami untuk meningkatkan keamanan kedutaan di seluruh dunia, dan tidak ada warga Haiti yang berada di dalam pesawat militer tersebut," bunyi pernyataan Komando Selatan militer AS, dilansir Reuters.

Meski begitu, Washington mengatakan bahwa kedutaannya di negara yang dilanda konflik tersebut akan tetap buka, dengan keamanan yang ditingkatkan. 

Gang Haiti memulai serangan untuk menggulingkan pemerintah pada 29 Februari lalu. Mereka menyerbu dan menggeledah kantor polisi, penjara, dan rumah sakit, serta mengepung lokasi-lokasi strategis, termasuk pelabuhan dan bandara. Negara itu menetapkan keadaan darurat pada Minggu lalu, setelah pertempuran semakin meningkat.

Baca Juga: Haiti Kacau, Geng Bersenjata Bakar Kantor Polisi

1. Gang Haiti serang kawasan pemerintahan

Pemberontakan semakin intensif pada Jumat lalu, ketika gang kriminal berkumpul di Champ de Mars, yakni sebuah kawasan pusat kota Port-au-Prince yang merupakan lokasi kementerian pemerintah, kedutaan besar, konsulat, bank dan hotel, Mahkamah Agung Haiti, serta kediaman resmi presiden berada.

Pemimpin gang tersebut, Jimmy Cherizier, mengatakan dia akan melanjutkan upayanya untuk menggulingkan Perdana Menteri (PM) Haiti, Ariel Henry, dan memperingatkan akan terjadinya perang saudara yang berakhir dengan genosida, jika pemimpin itu tidak mundur.

Saat ini, Henry tak dapat kembali ke negaranya, sejak berangkat ke Kenya dua minggu lalu. Dia kini diyakini berada di Puerto Rico, setelah Republik Dominika menolak kedatangannya.

Namun demikian, polisi tampaknya masih mengendalikan wilayah tersebut pada Minggu, meskipun pemerintah asing telah mendesak warganya untuk meninggalkan Haiti di tengah kekhawatiran bahwa pemerintahan Henry akan memakan waktu berhari-hari atau bahkan berjam-jam menuju keruntuhannya. 

2. Jerman dan Uni Eropa turut Evakuasi stafnya dari Haiti

Konflik Memanas, AS Evakuasi Staf Kedutaan dari Haitibendera Haiti (pixabay.com/jorono)

Sementara itu, misi Jerman dan Uni Eropa (UE) di Port-au-Prince juga mengevakuasi staf diplomatik mereka, termasuk di antaranya para duta besar. Keputusan itu dilatarbelakangi meningkatnya kekerasan di ibu kota dalam beberapa hari terakhir, serta kaburnya ribuan tahanan dari penjara Haiti.

Di antara penumpang dalam penerbangan evakuasi pada Minggu adalah Duta Besar Jerman, Peter Sauer, dan Duta Besar Uni Eropa, Stefano Gatto dalam operasi evakuasi yang dipimpin oleh blok negara-negara Eropa tersebut, yang berkoordinasi intensif dengan kedua sisi perbatasan Republik Dominika dan Haiti.

Mengutip CNN, setidaknya ada 12 penerbangan evakuasi helikopter ke Port-au-Prince selama tiga hari terakhir, yang semuanya mengevakuasi staf diplomatik dan kemanusiaan. Penerbangan tersebut merupakan penerbangan komersial, bukan militer.

UE pada Minggu mengatakan pihaknya telah menutup sementara kantornya dan mengurangi kehadirannya di negara yang dilanda konflik tersebut. Meski begitu, blok tersebut mengatakan akan segera kembali setelah kondisi keamanan memungkinkan.

Baca Juga: Haiti Perpanjang Status Darurat hingga April 2024

3. Sebut 5-10 ribu personel polisi dibutuhkan untuk kembalikan tatanan Haiti

Konflik Memanas, AS Evakuasi Staf Kedutaan dari Haitiilustrasi tentara (unsplash.com/Chris Henry)

Mantan utusan khusus AS untuk Haiti, Daniel Foote, mengungkap bahwa situasi keamanan Haiti telah menjadi begitu akut. Dia menyebut intervensi internasional yang besar kini menjadi satu-satunya cara untuk memulihkan ketertiban.

Dia menambahkan, misi semacam itu perlu melibatkan antara 5-10 ribu petugas polisi yang dipimpin oleh negara-negara besar berpengalaman dalam pengembangan kapasitas polisi, seperti AS, Kanada, Inggris, Prancis, atau negara Uni Eropa lainnya.

Dilansir The Guardian, Foote juga menyebut rencana pengerahan 2 ribu petugas polisi Kenya ke Haiti yang didukung PBB tidak akan cukup. Menurutnya, itu hanya misi bunuh diri.

Baca Juga: Haiti Memanas, KBRI Siapkan Rencana Evakuasi untuk 7 WNI

Angga Kurnia Saputra Photo Verified Writer Angga Kurnia Saputra

Self-proclaimed foreign policy enthusiast

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya