Punya 6 Anggota Baru, BRICS Siap Tandingi Koalisi Barat

Keanggotaan baru resmi dimulai pada 1 Januari 2024

Jakarta, IDN Times - Blok ekonomi BRICS sepakat untuk memperluas keanggotaannya untuk enam negara, yaitu Argentina, Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA). Enam calon anggota baru blok tersebut akan resmi bergabung pada 1 Januari 2024. 

Langkah tersebut diumumkan Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, yang menjadi tuan rumah KTT BRICS di Johannesburg pada Kamis (24/8/2023). Perluasan keanggotaan menjadi poin penting dalam agenda pertemuan tersebut.

Pada pertemuan tersebut, para pemimpin BRICS juga membuka kemungkinan perluasan keanggotaan blok di masa yang akan datang. Lebih dari 40 negara telah menyatakan minatnya untuk bergabung dengan blok tandingan Barat tersebut, 23 di antaranya secara resmi telah mengajukan keanggotaan. 

"BRICS telah memulai babak baru dalam upayanya membangun dunia yang adil, dunia yang juga inklusif dan sejahtera. Kami memiliki konsensus mengenai fase pertama dari proses ekspansi ini dan fase lainnya akan menyusul," ujar Ramaphosa, dikutip Reuters.

1. Ekspansi keanggotaan BRICS bertujuan membentuk tatanan global multipolar

Ekspansi keanggotaan BRICS menjadi bagian dari rencana untuk membangun dominasi dan membentuk kembali tatanan global multipolar, yang menempatkan suara negara-negara Selatan sebagai pusat agenda dunia. Perluasan ini juga akan menambah kekuatan ekonomi dan memperkuat ambisi blok tersebut untuk memimpin negara-negara Selatan.

Selain itu, masuknya negara-negara penghasil minyak, Arab Saudi dan UEA, menandai pergeseran pendirian kedua negara tersebut dari orbit Amerika Serikat (AS) dan Barat. 

Para analis mengatakan, perluasan tersebut sangat didorong oleh Rusia dan China, yang menghadapi gempuran sanksi Barat dan isolasi politik. 

Meski begitu, Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan, BRICS tidak bersaing dengan siapa pun. Hal serupa disampaikan Presiden Brazil, Lula da Silva, yang menolak gagasan bahwa blok tersebut harus berusaha menyaingi AS dan G7. 

"Perluasan keanggotaan ini bersejarah. Ekspansi ini juga merupakan titik awal baru bagi kerja sama BRICS. Ini akan membawa kekuatan baru pada mekanisme kerja sama BRICS dan semakin memperkuat kekuatan perdamaian dan pembangunan dunia," ujar Presiden China, Xi Jinping, dikutip Aljazeera.

Baca Juga: Jokowi Tegaskan Indonesia Masih Kaji Keanggotaan BRICS

2. Ekspansi anggota memperbesar peluang penggunaan mata uang lokal

Analis kebijakan dan peneliti senior di South African Institute of International Affairs, Gustavo de Carvalho, mengatakan bahwa calon anggota baru BRICS tidak hanya akan meningkatkan visibilitas blok tersebut di panggung dunia, tetapi juga memberikan peluang penggunaan mata uang lokal. 

Pada kesempatan yang sama, Lula mengungkap bahwa BRICS terus mempelajari kemungkinan untuk membentuk mata uang blok, yang dapat mengurangi kerentanan dan pengaruh dolar AS. 

"Masih belum pasti apa yang akan terjadi pada dinamika kelompok ini, namun yang jelas hal ini membawa ruang baru bagi perdagangan di negara-negara Selatan," ungkap de Carvalho.

"Sebagian besar argumen dalam komunike tersebut mencerminkan suara kolektif mengenai perlunya perubahan di lembaga-lembaga internasional, khususnya lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia, IMF, dan WTO," tambahnya, dilansir CNBC.

3. Perbedaan internal negara-negara anggota menyulitkan BRICS menjadi entitas yang kuat

Punya 6 Anggota Baru, BRICS Siap Tandingi Koalisi BaratKTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan. (twitter.com/mfa_russia)

Meski BRICS mewakili 40 persen populasi dunia dan seperempat produk domestik bruto global, perpecahan internal telah lama menjadi hambatan ambisi blok tandingan Barat itu untuk menjadi pemain utama di panggung dunia.

Beberapa ahli mengatakan, BRICS belum banyak menghasilkan banyak hal, sebab kepentingan politik dan sosial negara anggota berbeda. Alhasil, para pemimpin mereka tidak selalu sepakat dalam berbagai isu.

Negara-negara BRICS memiliki perekonomian dengan skala yang sangat berbeda dan tujuan kebijakan luar negeri yang sering kali tak sama, sehingga hal ini menjadi faktor yang mempersulit model pengambilan keputusan yang berdasarkan konsensus pada blok tersebut.

Tak hanya itu, ketegangan yang sudah berlangsung lama dapat terjadi antara negara-negara anggota yang ingin menjadikan BRICS sebagai penyeimbang negara-negara Barat, dengan negara-negara yang terus menjaga hubungan erat dengan Barat.

Baca Juga: Jokowi: BRICS Bisa Jadi Garda Terdepan Perjuangkan Keadilan Dunia

Angga Kurnia Saputra Photo Verified Writer Angga Kurnia Saputra

Self-proclaimed foreign policy enthusiast

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya