Ditekan Barat, China Tetap Ogah Pilih Kubu di Konflik Ukraina-Rusia

China sedang cari dukungan ke negara-negara berkembang

Jakarta, IDN Times - China telah menolak untuk mengutuk invasi Rusia ke Ukraina dan ada kekhawatiran dari negara-negara Barat hal itu dapat membantu Rusia dalam menghindari sanksi. Dalam hal politik luar negeri, China tidak ingin didorong untuk 'memilih sisi' antara kubu yang mengecam atau tak bersikap terkait invasi Rusia di Ukraina. 

Dilansir South China Morning Post, China berusaha mencari dukungan di antara negara-negara berkembang terkait posisinya dalam perang Rusia di Ukraina. Hal ini merupakan sebuah langkah yang dilihat sebagai tanggapan terhadap tekanan dari Barat.

Laporan Institute of International Finance mendeteksi adanya arus keluar portofolio yang besar dari saham dan obligasi China, bahkan ketika arus ke pasar negara berkembang lainnya tertahan. 

Baca Juga: China: Tidak Membantu Rusia Upaya Kami Melindungi Kepentingan Nasional

1. Aljazair, Mesir, Pakistan, dan Zambia dukung politik luar negeri China

China dikabarkan merasa tertekan setelah "ancaman" Presiden Amerika Serikat Joe Biden kepada Presiden China Xi Jinping dalam panggilan telepon pekan lalu. Biden "menjelaskan" bahwa akan ada konsekuensi jika Beijing memberikan dukungan material ke Moskow. Biden juga memperingatkan bahwa China sebaiknya tak melakukan intervensi kepada negara-negara berkembang lainnya, khususnya di Asia.

Dalam pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi dalam seminggu terakhir, diplomat top dari Aljazair, Mesir, Pakistan dan Zambia semuanya telah menyuarakan dukungan untuk sikap China di Ukraina dan menentang sanksi terhadap Rusia, menurut pemerintah China, dilansir South China Morning Post

Dilansir laporan di situs pemerintah China, Menteri Luar Negeri Aljazair Ramtane Lamamra, Menteri Luar Negeri Tanzania Liberata Mulamula, dan Menteri Luar Negeri Zambia Stanley Kakubo dijadwalkan melakukan kunjungan China pada 18-21 Maret 2022 atas undangan Penasihat Negara dan Menteri Luar Negeri Wang Yi. Kemungkinan besar salah satu topik yang dibahas adalah situasi Ukraina-Rusia.

Baca Juga: Ancam China, AS: Jangan Bikin Negara Asia Takut Beri Sanksi ke Rusia!

2. China telah menyerukan solusi diplomatik terkait situasi Ukraina-Rusia

Sementara China telah menyerukan solusi diplomatik untuk krisis tersebut, China telah menolak untuk mengutuk tindakan Rusia di Ukraina. Negara-negara khawatir Beijing dapat membantu Rusia untuk menghindari sanksi dan malah memberikan dukungan militer.

Resolusi diplomatik China juga didukung oleh Amerika Serikat setelah Biden dan Xi Jinping berkomunikasi. Namun, keduanya berbeda dalam menyalahkan penyebab konflik dan membahas peran Beijing dalam menekan Moskow untuk menghentikan invasi di Ukraina. 

Xi Jinping mengatakan kepada Biden, "semua pihak perlu bersama-sama mendukung Rusia dan Ukraina dalam melakukan dialog dan negosiasi yang akan membuahkan hasil dan mengarah pada perdamaian," menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri China, dilansir The Straits Times. 

Xi menambahkan bahwa China telah mengajukan inisiatif enam poin tentang situasi kemanusiaan di Ukraina. China juga menyatakan siap untuk memberikan bantuan kemanusiaan lebih lanjut ke Ukraina dan negara-negara lain yang terkena dampak. Walau begitu, China tegas untuk tidak menyetujui permintaan negara-negara Barat untuk memberikan sanksi terhadap Rusia.

Baca Juga: Begini Perang Rusia-Ukraina Akan Menghantam Perdagangan China

3. China berada dalam tekanan hadapi ancaman negara-negara Barat

China sekarang menghadapi banyak konsekuensi yang merugikan negaranya terkait sikap mereka dalam situasi Rusia-Ukraina. Koalisi sanksi terhadap Rusia meluas jauh di luar Amerika Serikat dan Eropa saja dengan bergabungnya Jepang, Singapura, dan beberapa negara lainnya.

Sanksi tersebut sendiri terlihat jauh lebih kuat daripada yang bisa diantisipasi Rusia.  Beberapa mekanisme baru yang telah diterapkan, terutama pada kontrol ekspor terkait teknologi, dapat segera diterapkan ke China di masa depan, dilansir The German Marshall Fund

Investor global telah menarik uang keluar dari China dalam skala yang "belum pernah terjadi sebelumnya" sejak Rusia menginvasi Ukraina pada akhir Februari, menurut sebuah laporan oleh Institute of International Finance (IIF). Artinya, yuan kemungkinan besar akan menghadapi lebih banyak tekanan dalam beberapa bulan mendatang.

Data menunjukkan, ada arus keluar portofolio besar dari saham dan obligasi China, bahkan saat arus ke pasar negara berkembang lainnya tertahan, tulis IIF dalam sebuah laporan pada Kamis (23/3/2022), dilansir South China Morning Post.

“Aliran keluar dari China dalam skala dan intensitas yang kami lihat belum pernah terjadi sebelumnya, terutama karena kami tidak melihat arus keluar serupa dari pasar negara berkembang lainnya,” kata laporan IIF.

Anoraga Ilafi Photo Verified Writer Anoraga Ilafi

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya