Vatikan, IDN Times – Dunia kian dibajak oleh algoritma. Pola konsumsi informasi kita ditentukan konten yang disodorkan algoritma ke hadapan kita. Manusia, pengguna internet, makin tidak berdaya mengontrol apa yang dikonsumsinya sebagai asupan nutrisi rohani dan pemikiran.
Artificial Intelligence (AI) yang membuat algoritma kian canggih dibahas lagi dalam Konferensi Internasional ke-10, Scholas Chairs, yang digelar di Auditorium Pontifical Urbaniana University, di Roma, Italia, 17-19 November 2025.
"AI harus punya makna. Jika tidak, maka perkembangan AI bisa membahayakan anak-anak muda dan masa depan, sebagaimana diingatkan Paus Fransiskus," kata Jose Maria del Corral, Presiden Asosiasi Scholas Occurentes, organisasi yang diinisiasi Paus Fransiskus, dalam pidato pembukaannya.
Konferensi ke-10 mengusung tema "Intelligence Without Meaning or tlThe Meaning of Artificial Intelligence?". Kecerdasan tanpa makna atau makna dari kecerdasan buatan? Deklarasi Algorethics kembali diingatkan. Apa itu?
Paus Fransiskus memperkenalkan dan menganjurkan konsep "algor-ethics" (algoretika), yang menekankan perlunya panduan etis dan moral dalam pengembangan dan penggunaan kecerdasan buatan (AI). Dia mengingatkan bahwa mesin tidak bisa menggantikan manusia dalam pembuatan keputusan. “Kecerdasan buatan atau AI harus digunakan untuk hal baik, tapi ingat, jangan biarkan manusia kehilangan kemanusiaannya karena ketergantingan kepada teknologi ini,” kata Paus Fransiskus, dalam pidato di depan para pemimpin G7, negara-negara kaya, di pertemuan tingkat tinggi (KTT) G7 di Italia pada 14 Juni 2024.
Di bawah kepemimpinannya, Paus Fransiskus sangat peduli dengan perkembangan AI. Vatikan telah beralih dari sekadar pengamat menjadi aktor aktif dalam debat etika teknologi. Ini termasuk:
Mendukung inisiatif seperti Seruan Roma untuk AI Beretika (Rome Call for AI Ethics) yang ditandatangani oleh pemimpin industri seperti IBM dan Microsoft.
Partisipasi aktif dalam forum global, termasuk bicara di KTT G7 2024 untuk memberikan panduan etis mengenai AI.
Menunjuk ahli teologi, seperti imam Paolo Benanti, sebagai penasihat etika AI di tingkat nasional dan PBB.
