Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Patung Liberty (unsplash.com/@tania_fernandez)
Patung Liberty (unsplash.com/@tania_fernandez)

Intinya sih...

  • Amerika Serikat kembali memproses pengajuan aplikasi visa dari pelajar dan mahasiswa internasional, namun memperketat syarat dan pemeriksaan terhadap akun media sosial.

  • Pelamar visa harus kredibel, termasuk tujuan mereka ke Negeri Paman Sam harus konsisten dengan kegiatannya selama di AS.

  • Kemendiksainstek minta mahasiswa Indonesia jangan tinggalkan AS.

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengumumkan kembali memproses pengajuan aplikasi visa dari pelajar dan mahasiswa internasional. Namun, mereka memperketat syarat bagi pelamar visa yakni pemeriksaan terhadap akun media sosial. Hal itu dilakukan oleh otoritas Negeri Paman Sam yang diklaim demi mencegah potensi ancaman terhadap negaranya.

Pengumuman itu disampaikan di akun media sosial Departemen Luar Negeri pada Sabtu (21/6/2025). "Di bawah panduan baru, kami akan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh dan komprehensif, termasuk keberadaan (pelamar) di dunia maya," demikian yang ditulis oleh Deplu AS dan dikutip pada Minggu (22/6/2025).

Pemeriksaan akun media sosial itu berlaku bagi pelamar visa untuk mahasiswa dan kunjungan pertukaran dan bukan masuk ke dalam klasifikasi imigran. Jenis visa yang diajukan memiliki kode F, M dan J.

"Untuk memfasilitasi pemeriksaan itu, semua pelamar untuk jenis visa F, M dan non imigran J akan diminta untuk mengubah pengaturan media sosial mereka dari privat menjadi publik," kata Deplu AS.

Semua Kedutaan AS akan kembali membuka untuk pengajuan visa F, M, dan J. Semua pelamar sebaiknya mengecek jadwal pertemuan untuk pengurusan visa di situs kedutaan atau konsulat jenderal di negara masing-masing.

1. Pemeriksaan ketat untuk dapat visa bagian dari menjaga keamanan

Ilustrasi visa Amerika Serikat (AS) yang akan ditempel di paspor. (www.id.usembassy.gov)

Lebih lanjut, Deplu AS mengatakan mendapatkan visa merupakan sebuah keistimewaan bukan sebuah hak bagi semua orang. Lantaran hal tersebut, maka Pemerintah AS menggunakan semua informasi yang tersedia dalam proses pemeriksaan visa ketika visa diajukan.

"Kami tidak akan menerima sembarangan orang ke AS termasuk mereka yang berpotensi membawa ancaman terhadap keamanan nasional AS," kata Deplu AS.

Mereka juga menyebut persetujuan pemberian visa terkait keputusan keamanan nasional. Negeri Paman Sam, kata Deplu AS, harus bersikap waspada selama proses pengajuan visa.

"Itu semua untuk memastikan bahwa mereka yang mengajukan izin masuk ke AS tidak memiliki niat untuk membahayakan Amerika dan kepentingan nasional kami," tutur mereka.

2. Pelamar wajib lakukan aktivitas sesuai jenis visa yang diajukan

Aksi unjuk rasa Washington for Gaza di Freedom Plaza di sepanjang Pennsylvania Avenue di 13th Street, NW, Washington DC pada Sabtu, 13 Januari 2024. (commons.wikimedia.org/Elvert Barnes)

Deplu AS juga menggaris bawahi semua pelamar visa harus kredibel, termasuk tujuan mereka ke Negeri Paman Sam harus konsisten dengan kegiatannya selama di AS. Ketentuan itu seolah Pemerintah AS ingin menyampaikan mahasiswa yang belajar di Negeri Paman Sam harus fokus untuk menyelesaikan studinya dan bukan malah berunjuk rasa.

Hal itu jelas disampaikan oleh Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio ketika mengatakan sudah ada 300 visa milik pelajar asing yang dicabut. Kebijakan itu ditempuh karena ratusan pelajar asing itu berdemonstrasi untuk memprotes genosida yang dilakukan oleh Israel di Gaza.

Salah satu peristiwa pencabutan visa pelajar asing yang jadi sorotan menimpa mahasiswa program doktor asal Turki, Rumeysa Oztruk. Ia tiba-tiba ditahan oleh petugas imigrasi. Oztruk masuk ke Negeri Paman Sam dengan menggunakan visa pelajar F-1. Oztruk menjalani program doktor lewat beasiswa Fullbright.

"Ini alasannya (ia ditahan). Saya sudah mengatakan ini di mana-mana dan akan saya katakan lagi. Jika Anda mengajukan visa pelajar ke AS dan Anda ke sini tidak hanya untuk belajar melainkan ikut dalam sebuah pergerakan yang merusak universitas, mengganggu mahasiswa, menduduki gedung, dan menyebabkan kekacauan, kami tidak akan memberikan visa itu kepada Anda," ujar Rubio seperti dikutip dari stasiun berita BBC pada akhir Maret 2025 lalu.

3. Kemendiksainstek minta mahasiswa Indonesia jangan tinggalkan AS

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Republik Indonesia, Stella Christie, saat mengunjungi SMA Negeri 10 Fajar Harapan, Kota Banda Aceh. (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Sementara, kebijakan baru Presiden Donald J. Trump itu turut berpengaruh ke mahasiswa Indonesia yang sedang studi di Negeri Paman Sam. Mereka khawatir bakal ditahan dan dideportasi ke Tanah Air.

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi Stella Christie melalui akun media sosial, mengimbau mahasiswa Indonesia yang sudah berada di Amerika Serikat (AS) agar tidak bepergian ke luar wilayah negara tersebut. Mahasiswa Indonesia yang diminta tidak ke luar dari AS adalah mereka yang memegang visa F, M atau J. Visa tersebut digunakan oleh pelajar internasional, termasuk mahasiswa asal Indonesia untuk studi dan program pertukaran di AS. 

"Kami merekomendasikan agar mahasiswa dengan visa F, M, atau J tidak bepergian ke luar wilayah Amerika Serikat. Tunggu sampai ada kepastian lebih lanjut," ujar Stella yang dikutip dari akun Instagram pada 1 Juni 2025 lalu.

Ia menambahkan, pemerintah kini sedang mengambil langkah-langkah strategis untuk memastikan kelanjutan studi mahasiswa penerima beasiswa. Termasuk mahasiswa yang sudah menerima Letter of Acceptance dari perguruan tinggi di AS. 

Langkah-langkah lain yang sedang diusahakan pemerintah, kata Stella, termasuk mencakup peluang studi di perguruan tinggi unggulan di negara lain. Pemerintah juga membuka opsi studi di kampus-kampus terbaik di dalam negeri. 

Editorial Team