Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
rapat Dewan Keamanan PBB pada 2021. (U.S. Department of State from United States, Public domain, via Wikimedia Commons)
rapat Dewan Keamanan PBB pada 2021. (U.S. Department of State from United States, Public domain, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • AS menilai draf resolusi tak mengutuk Hamas

  • Negara-negara lain frustrasi akan penolakan AS Veto

  • Serangan Israel memaksa ratusan ribu warga Gaza mengungsi

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Amerika Serikat (AS) kembali menggunakan hak vetonya untuk menggagalkan rancangan resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB pada Kamis (18/9/2025). Resolusi yang didukung oleh 14 dari 15 negara anggota DK PBB ini menuntut gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Jalur Gaza.

Selain itu, rancangan tersebut juga mendesak pembebasan semua sandera dan pencabutan seluruh pembatasan bantuan kemanusiaan.

Ini menandai keenam kalinya Washington memveto resolusi serupa sejak konflik meletus pada Oktober 2023. Pemungutan suara ini dilakukan di tengah meningkatnya serangan Israel di Kota Gaza dan setelah PBB mendeklarasikan status kelaparan di wilayah Palestina tersebut.

1. AS menilai draf resolusi tak mengutuk Hamas

Perwakilan AS, Morgan Ortagus, menyatakan bahwa penolakan Washington terhadap resolusi ini bukanlah sebuah kejutan. Alasan utamanya adalah karena teks resolusi tersebut dinilai gagal mengutuk Hamas atas serangan 7 Oktober 2023.

Selain itu, resolusi tersebut juga dianggap tidak mengakui hak Israel untuk membela diri dari serangan kelompok militan. Washington berpendapat bahwa narasi yang dibangun dalam rancangan itu justru melegitimasi posisi Hamas dan merugikan upaya perdamaian yang lebih seimbang.

AS juga membantah laporan PBB mengenai kondisi kelaparan parah di Gaza dan mengklaim adanya peningkatan aliran bantuan. Ortagus menyebut metodologi yang digunakan dalam laporan kelaparan PBB cacat dan tidak mencerminkan realitas di lapangan yang menurutnya justru membaik.

“Resolusi ini menolak untuk mengakui dan berupaya kembali ke sistem yang gagal, yang memungkinkan Hamas memperkaya dan memperkuat dirinya sendiri dengan mengorbankan warga sipil yang membutuhkan," ujar Ortagus, dilansir UN News.

2. Negara-negara lain frustrasi akan penolakan AS

Veto AS memicu kemarahan dan kekecewaan dari 14 anggota DK PBB lainnya, yang merasa upaya diplomatik untuk menghentikan penderitaan warga Gaza kembali terhalang. Duta Besar Pakistan untuk PBB, Asim Ahmad, menyebut keputusan tersebut sebagai momen kelam bagi Dewan Keamanan.

“Saudara-saudari Palestina, maafkan kami. Maafkan kami karena dunia berbicara tentang hak, tetapi menolaknya bagi warga Palestina. Maafkan kami karena upaya tulus kami hancur akibat penolakan ini,” kata Duta Besar Aljazair untuk PBB, Amar Bendjama, dilansir Al Jazeera.

Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, mengatakan veto AS sangat disesalkan karena telah mencegah dewan menjalankan perannya dalam menghadapi kekejaman. Sebaliknya, Duta Besar Israel, Danny Danon, justru berterima kasih kepada AS karena telah menggunakan hak vetonya untuk memblokir resolusi.

Rancangan resolusi ini diusulkan oleh 10 anggota tidak tetap DK PBB, yaitu Aljazair, Denmark, Yunani, Guyana, Pakistan, Panama, Korea Selatan, Sierra Leone, Slovenia, dan Somalia. Mereka menegaskan bahwa 14 suara dukungan telah mengirimkan pesan yang sangat jelas kepada dunia tentang urgensi gencatan senjata, meskipun resolusi tersebut gagal diadopsi.

3. Serangan Israel memaksa ratusan ribu warga Gaza mengungsi

rombongan pengungsi Palestina. (Jaber Jehad Badwan, CC BY-SA 4.0 <https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0>, via Wikimedia Commons)

Di saat diplomasi di markas PBB New York buntu, Israel justru meningkatkan serangan daratnya di Kota Gaza. Operasi militer besar-besaran ini kembali memaksa ratusan ribu warga Palestina yang terperangkap untuk mengungsi lebih jauh ke selatan dalam kondisi yang memprihatinkan.

Eskalasi ini memperburuk krisis kemanusiaan yang menurut PBB telah mencapai tingkat bencana. Menurut data otoritas kesehatan Palestina, jumlah korban tewas sejak awal perang telah melampaui 65 ribu jiwa, dengan mayoritas adalah anak-anak dan perempuan.

“Ibu-ibu yang putus asa terpaksa merebus dedaunan untuk memberi makan anak-anak mereka, para ayah mencari-cari di reruntuhan untuk mendapatkan makanan,” kata Duta Besar Denmark untuk PBB Christina Markus Lassen.

Posisi Israel juga semakin terdesak setelah sebuah komisi independen PBB menyimpulkan bahwa negara tersebut melakukan genosida di Gaza, dengan niat untuk menghancurkan bangsa Palestina. Selain itu, Israel juga sedang menghadapi proses peradilan atas tuduhan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), dilansir Anadolu Agency.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team