Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi bendera Bangladesh. (pixabay.com/jorono)
Ilustrasi bendera Bangladesh. (pixabay.com/jorono)

Intinya sih...

  • Rencana pemilu dipercepat jadi sebelum Ramadan.

  • Partai eks PM Bangladesh dilarang ikut pemilu.

  • Sekitar 7,5 juta diaspora Bangladesh berhak ikut pemilu.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah interim Bangladesh menetapkan pemilihan umum nasional akan digelar pada Februari 2026. Pengumuman ini disampaikan oleh pemimpin sementara, Muhammad Yunus, tepat pada perayaan satu tahun jatuhnya rezim Perdana Menteri Sheikh Hasina.

Pemilu tersebut akan menjadi yang pertama sejak pemberontakan massal yang dipimpin mahasiswa berhasil menggulingkan Hasina pada 5 Agustus 2024. Yunus berjanji akan memastikan transisi kekuasaan yang demokratis kepada pemerintahan terpilih.

"Kami akan melangkah ke fase terakhir dan paling penting setelah menyampaikan pidato ini kepada Anda, dan itu adalah penyerahan kekuasaan kepada pemerintah terpilih. Atas nama pemerintah, kami akan memberikan semua dukungan yang diperlukan untuk memastikan pemilu berjalan bebas, damai, dan penuh semangat perayaan," kata Yunus, dilansir Al Jazeera, pada Selasa (5/8/2025).

1. Rencana pemilu dipercepat jadi sebelum Ramadan

Jadwal pemilu dipercepat dari usulan semula yang direncanakan pada April atau Juni 2026. Keputusan ini diambil setelah mendengarkan permintaan dari partai-partai politik besar, termasuk Partai Nasionalis Bangladesh (BNP), yang mendorong pemungutan suara diadakan sebelum Ramadan.

Selain pengumuman tanggal pemilu, Yunus juga membacakan "Deklarasi Juli" di hadapan publik. Deklarasi tersebut merupakan dokumen 28 poin yang bertujuan untuk memberikan pengakuan konstitusional atas gerakan mahasiswa tahun lalu.

Dokumen ini menjadi landasan untuk reformasi institusional yang lebih luas di Bangladesh. Salah satu janjinya adalah menegakkan supremasi hukum serta memulai proses peradilan bagi mereka yang terlibat dalam kekerasan selama pemerintahan Hasina.

Para korban tewas dalam unjuk rasa tahun 2024 juga akan diakui sebagai pahlawan nasional. Kelompok mahasiswa yang memimpin gerakan tersebut bahkan telah membentuk sebuah partai politik baru bernama Partai Warga Nasional (National Citizen Party).

"Masih ada jalan panjang di depan. Begitu banyak kesalahan yang terus berlanjut. Tapi saya tetap berpegang pada harapan," ujar Fariha Tamanna, salah seorang peserta unjuk rasa.

2. Parta eks PM Bangladesh dilarang ikut pemilu

Pemilu mendatang akan berjalan tanpa partisipasi partai Awami League yang pernah dipimpin Sheikh Hasina, karena partai tersebut kini telah dilarang. Situasi ini memicu perdebatan mengenai inklusivitas pemilu, mengingat Awami League masih memiliki basis pendukung yang signifikan.

Sheikh Hasina, yang memerintah selama 15 tahun dengan gaya yang dinilai semakin otoriter, melarikan diri ke India setelah digulingkan. Ia menolak untuk kembali ke Bangladesh dan kini menghadapi persidangan in absentia atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait tewasnya ratusan pengunjuk rasa.

Dari pengasingannya, Hasina menyangkal tuduhan bahwa ia telah mundur dan menyebut peristiwa yang menimpanya sebagai sebuah kudeta.

"Terlepas dari klaim yang bertentangan, saya tidak pernah mengundurkan diri dari tugas saya sebagai perdana menteri Anda. Saya percaya pada Anda. Saya percaya pada Bangladesh. Saya percaya bahwa hari-hari terbaik kita belum tiba," tulis Hasina dalam sebuah surat terbuka, dilansir BBC.

Di sisi lain, pemerintah interim tidak luput dari kritik. Organisasi Human Rights Watch menuduh pemerintahan sementara telah menggunakan penahanan sewenang-wenang untuk menargetkan lawan-lawan politik yang dianggap sebagai pendukung Hasina.

3. Sekitar 7,5 juta diaspora Bangladesh berhak ikut pemilu

Salah satu tantangan logistik terbesar dalam pemilu mendatang adalah memastikan hak suara bagi diaspora Bangladesh. Diperkirakan ada 7,5 juta warga Bangladesh di luar negeri yang secara hukum berhak memilih, tetapi terhalang oleh prosedur yang rumit.

Meskipun Komisi Pemilihan Umum Bangladesh dilaporkan tengah mengkaji opsi pemungutan suara via pos atau daring, belum ada jangka waktu pasti untuk implementasinya. ABC News melansir, kondisi ini membuat partisipasi mereka dalam pemilu bersejarah ini menjadi hampir tidak mungkin.

Namun, sebagian warga diaspora bertekad untuk tetap berpartisipasi dalam pemilu penting ini. Seorang warga Bangladesh-Australia, Mizan Rahman, bahkan berencana terbang lebih dari 9 ribu kilometer dari Canberra, Australia, hanya untuk memberikan suara.

Di dalam negeri, transisi politik memunculkan kekhawatiran baru bagi kelompok minoritas. Sejak jatuhnya Hasina, terjadi sejumlah serangan yang menargetkan simbol-simbol Partai Awami League dan, dalam beberapa kasus, menyasar komunitas Hindu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team