Bentrokan Thailand-Kamboja Tewaskan 33 Orang

- Sengketa perbatasan dipicu ketegangan lama dan perseteruan tokoh politik
- Saling tuduh antara Thailand dan Kamboja
- Thailand terbuka dialog namun tolak keterlibatan pihak ketiga di perbatasan
Jakarta, IDN Times – Kamboja menyerukan gencatan senjata segera setelah bentrokan bersenjata di perbatasan dengan Thailand menewaskan sedikitnya 33 orang dan memaksa hampir 180 ribu orang mengungsi. Pertempuran yang meletus sejak Kamis (24/7/2025) itu telah memasuki hari ketiga berturut-turut hingga Sabtu (26/7/2025), menewaskan tentara dan warga sipil dari kedua negara.
Seruan tersebut disampaikan dalam pertemuan darurat tertutup di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, pada Jumat (25/7/2025) malam. Duta besar Kamboja untuk PBB, Chhea Keo, menuntut penghentian kekerasan tanpa syarat.
“Kami menyerukan solusi damai untuk sengketa ini,” kata Keo, dikutip dari The Guardian.
Pemerintah Thailand melaporkan jumlah korban tewas 19 orang, terdiri dari 13 warga sipil dan enam tentara, serta lebih dari 138 ribu pengungsi di wilayah perbatasan.
1. Sengketa perbatasan dipicu ketegangan lama dan perseteruan tokoh politik
Bentrokan terbaru ini memperburuk konflik perbatasan sepanjang 800 kilometer yang telah berlangsung lebih dari satu abad. Perselisihan itu berakar pada peta era kolonial buatan Prancis ketika menjajah Kamboja, dengan beberapa puluh kilometer wilayah yang masih diperdebatkan. Ketegangan meningkat sejak Mei 2025 saat seorang tentara Kamboja tewas, dan memanas kembali pekan ini setelah seorang tentara Thailand terluka akibat ranjau yang mereka klaim baru dipasang.
Dilansir dari CNA, meskipun Mahkamah Internasional telah memutus sengketa besar terakhir pada 2013, konflik saat ini menjadi yang paling mematikan sejak periode 2008–2011. Kala itu, puluhan orang tewas dan ribuan lainnya mengungsi akibat pertempuran. Situasi saat ini juga diperkeruh oleh rivalitas pribadi antara dua tokoh politik lama, yakni Hun Sen dari Kamboja dan Thaksin Shinawatra dari Thailand.
Thaksin, yang merupakan ayah dari Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra, membantah konflik dipicu urusan pribadi. Ia menyebut tindakan Kamboja mengerikan dan menyatakan bahwa serangan dari pihak Thailand mengikuti protokol serta hanya menargetkan situs militer.
2. Saling tuduh antara Thailand dan Kamboja

Kementerian Pertahanan Nasional Kamboja menuduh Thailand telah menembakkan lima peluru artileri ke wilayah mereka di Provinsi Pursat. Pemerintah Kamboja menyebut insiden itu sebagai tindakan agresi yang tidak diprovokasi dan telah direncanakan sebelumnya. Di sisi lain, Thailand mengklaim Kamboja memulai serangan di Provinsi Trat pada Sabtu pagi.
Dilansir dari BBC, Thailand juga melaporkan adanya baku tembak di tiga provinsi yaitu Surin, Srisaket, dan Ubon Ratchathani. Sementara itu, Kamboja menyatakan bahwa pertempuran terjadi di wilayah pesisir selatan mereka. Kedua negara saling menyalahkan mengenai siapa yang pertama kali melepaskan tembakan. Pemerintah Thailand menuduh Kamboja menyasar infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit dan stasiun bensin, sedangkan Kamboja mengklaim bahwa Thailand telah menggunakan munisi klaster, jenis amunisi yang dilarang oleh banyak negara.
Jumlah korban tewas di Kamboja mencapai 13 orang, terdiri dari 8 warga sipil dan 5 tentara, serta 71 orang luka-luka. Lebih dari 35 ribu warga telah dievakuasi dari daerah-daerah yang dekat dengan perbatasan.
3. Thailand terbuka dialog namun tolak keterlibatan pihak ketiga di perbatasan

Duta besar Thailand untuk PBB, Cherdchai Chaivaivid, meminta Kamboja menghentikan permusuhan dan membuka diri terhadap dialog damai. Sebelum pertemuan berlangsung, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Nikorndej Balankura, menyampaikan bahwa negaranya siap berdialog.
“Kami siap, jika Kamboja ingin menyelesaikan masalah ini melalui saluran diplomatik, secara bilateral, atau bahkan melalui Malaysia, kami siap melakukannya. Tapi sejauh ini kami belum mendapat tanggapan,” ujar Nikorndej.
Sekretaris Jenderal PBB menyerukan agar kedua pihak menahan diri dan segera menghentikan kekerasan. Malaysia, sebagai ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), menawarkan diri menjadi mediator. Amerika Serikat dan China juga menyuarakan keprihatinan serta mendesak tercapainya resolusi damai sesegera mungkin.
Thailand telah menetapkan status darurat militer di delapan distrik perbatasan dan menolak keterlibatan pihak ketiga. Pemerintah Thailand menuding Kamboja sebagai pemicu eskalasi, dengan menyebut bahwa drone pengintai Kamboja telah memasuki wilayah Thailand. Sebaliknya, Kamboja menuduh Thailand melanggar perjanjian dengan mendekat ke arah kuil Khmer-Hindu di kawasan perbatasan.