Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Berencana Kudeta, Eks Presiden Brasil Jalani Hukuman Penjara 27 Tahun
Mantan presiden Brasil, Jair Bolsonaro. (Marcelo Camargo/Agência Brasil, CC BY 3.0 BR, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Bolsonaro mulai menjalani hukuman penjara 27 tahun atas keterlibatan dalam upaya kudeta.

  • Hukuman dimulai di tengah ketegangan politik, dengan pendukung dan lawan Bolsonaro bereaksi tajam terhadap keputusan Mahkamah Agung.

  • Vonis terkait rencana terstruktur untuk menggulingkan tatanan demokrasi pasca kekalahannya dari Presiden Luiz Inácio Lula da Silva pada 2022.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Mantan Presiden Brasil Jair Bolsonaro resmi mulai menjalani hukuman penjara 27 tahun atas keterlibatannya dalam upaya kudeta. Ini menjadi perkembangan yang mengguncang politik nasional dan memicu reaksi publik yang tajam.

Langkah Mahkamah Agung menahan Bolsonaro setelah penangkapan pre-emptif pada Sabtu menandai fase baru dalam penegakan hukum terhadap kelompok sayap kanan yang berupaya menggulingkan hasil pemilu 2022.

Hakim Mahkamah Agung Alexandre de Moraes mengatakan, seluruh upaya banding Bolsonaro telah habis, sehingga tidak ada dasar hukum untuk menghindari penahanan.

“Tidak ada kemungkinan hukum untuk banding lainnya,” ujarnya dalam putusan yang menegaskan bahwa mantan presiden itu harus tetap di bawah tahanan negara, dikutip dari CNN, Rabu (26/11/2025).

Keputusan ini disambut kemarahan pendukung Bolsonaro yang berkumpul di luar markas polisi federal. Mereka memprotes putusan Mahkamah Agung dan menuduh negara melakukan kriminalisasi terhadap mantan presiden.

Di sisi lain, kelompok anti-Bolsonaro merayakan momen yang mereka anggap sebagai kemenangan bagi supremasi hukum.

Sejak Agustus, Bolsonaro berada dalam tahanan rumah sebelum ditangkap setelah mencoba merusak alat pelacak pergelangan kakinya. Ia sempat mengklaim mengalami halusinasi, namun argumen itu ditolak mentah-mentah oleh de Moraes saat mengeluarkan perintah penahanan preventif.

1. Hukuman untuk Bolsonaro dimulai di tengah ketegangan politik

Ilustrasi hukuman. (Pexels.com/Sora Shimazaki)

Bolsonaro kini ditempatkan di ruang tahanan berukuran 12 meter persegi di markas polisi federal, terpisah dari tahanan lain. Ruangan itu dilengkapi tempat tidur, kamar mandi pribadi, meja, AC, dan televisi. Meski fasilitasnya tidak menyerupai penjara umum, statusnya tetap sebagai narapidana dengan pembatasan penuh.

Putusan Mahkamah Agung menutup peluang Bolsonaro dipindahkan ke fasilitas militer atau penjara umum khusus pejabat negara, sebagaimana kadang berlaku bagi tokoh tinggi negara. Upaya tim kuasa hukum untuk mengubah penahanan menjadi tahanan rumah juga telah ditolak.

Pendukung Bolsonaro yang berkumpul di São Paulo dan Brasília menuduh negara melakukan tindakan represif. Seorang pendukung, Eliane Leandro menyebut, hukuman itu sebagai penghinaan terhadap sosok yang ia idolakan.

“Saya marah sekali. Ini presiden terbaik dalam hidup saya, teman saya. Ini ketidakadilan besar,” katanya sambil menangis.

Ia juga menumpahkan kemarahan kepada hakim de Moraes. “Aku benci kamu, Alexandre de Moraes. Kamu pantas mendapatkan neraka,” katanya ketika ditanya soal putusan pengadilan tersebut.

Sebaliknya, kelompok lain menyambut putusan ini sebagai kemenangan bagi demokrasi yang sempat terancam setelah upaya kudeta 2022–2023. Anggota Dewan Kota São Paulo, Keit Lima, merayakan momen tersebut bersama sesama aktivis.

“Hari ini kita bisa bernapas dan terus berjuang untuk demokrasi kita,” ujarnya.

Ia menambahkan, generasi baru di Brasil berhak melihat negara yang stabil. “Demokrasi kita masih muda, tetapi kami ingin demokrasi ini hidup panjang,” katanya dalam pernyataannya.

2. Upaya kudeta dan jaringan politik Bolsonaro

Jair Bolsonaro (commons.wikimedia.org/Antonio Cruz)

Vonis yang diterima Bolsonaro berkaitan dengan keterlibatannya dalam rencana terstruktur untuk menggulingkan tatanan demokrasi pasca kekalahannya dari Presiden Luiz Inácio Lula da Silva pada 2022. Panel hakim Mahkamah Agung menilai bukti-bukti menunjukkan adanya skema besar yang melibatkan pejabat, militer, hingga aparat keamanan.

Rencana itu mencakup upaya pembunuhan terhadap Presiden Lula, Wakil Presiden Geraldo Alckmin, dan hakim Alexandre de Moraes. Sejumlah pejabat tinggi dalam lingkaran Bolsonaro juga sudah mulai menjalani hukuman.

Dua jenderal angkatan darat, Augusto Heleno dan Paulo Sérgio Nogueira, dipindahkan ke fasilitas militer di Brasília. Mantan Menteri Kehakiman Anderson Torres kini ditahan di penjara Papuda, sementara Laksamana Almir Garnier ditempatkan di fasilitas angkatan laut.

Sementara itu, Walter Braga Netto, mantan menteri pertahanan dan calon wakil presiden Bolsonaro, menjalani hukuman di fasilitas militer di Rio de Janeiro. Dalam perkembangan terpisah, mantan kepala intelijen Brasil Alexandre Ramagem dilaporkan berada di Amerika Serikat dan belum kembali untuk menjalani proses hukum.

Bosonaro sendiri telah dinyatakan tidak memenuhi syarat mencalonkan diri dalam jabatan publik hingga setidaknya 2033, diperpanjang dari batas awal 2030 setelah hari pertama ia mulai menjalani hukuman.

Meski demikian, basis politik Bolsonaro tidak sepenuhnya hilang. Survei menunjukkan, apabila masih memungkinkan mencalonkan diri, ia akan tetap menjadi kandidat kuat dalam pemilu tahun depan, indikasi pengaruh politiknya masih signifikan.

3. Dimensi hubungan AS–Brasil

Presiden terpilih AS Donald Trump dan mantan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro. (The White House from Washington, DC, Public domain, via Wikimedia Commons)

Hubungan Bolsonaro dengan mantan Presiden AS Donald Trump menjadi salah satu elemen penting dalam dinamika internasional yang menyertai kasus ini. Trump berulang kali menyebut proses hukum terhadap Bolsonaro sebagai perburuan penyihir, komentar yang sempat memperburuk hubungan kedua negara.

Pada Juli lalu, pemerintahan AS mengumumkan kenaikan tarif hingga 50 persen terhadap sejumlah komoditas Brasil, kebijakan yang menurut sebagian analis berkaitan dengan ketegangan politik dan pengaruh Trump dalam keputusan tersebut.

Namun hubungan bilateral membaik setelah Presiden Lula dan Trump bertemu di Malaysia dalam KTT ASEAN. Sejumlah tarif tersebut kemudian dicabut, dan kedua negara kembali membuka jalur komunikasi diplomatik yang sebelumnya menegang.

AS juga menjatuhkan sanksi terhadap de Moraes dan beberapa pejabat Brasil lainnya, namun langkah itu tidak berdampak pada proses hukum. Mahkamah Agung tetap melanjutkan sidang dan menjatuhkan vonis terhadap Bolsonaro.

Dari perspektif domestik Brasil, peristiwa ini mengangkat kembali perdebatan lama soal ketahanan demokrasi dan peran lembaga hukum dalam menjaga stabilitas negara. Bagi pendukung Lula, langkah tegas terhadap upaya kudeta menunjukkan bahwa negara menempatkan supremasi hukum sebagai prioritas.

Bolsonaro bukan mantan presiden pertama yang dipenjara, Michel Temer, Lula, dan Fernando Collor de Mello juga pernah mengalami hal serupa, tetapi ia adalah yang pertama dihukum karena upaya menggulingkan pemerintahan yang sah.

Editorial Team