Serangan dunia maya yang telah melanda AS pada beberapa bulan terakhir ini, telah membuat beberapa perusahaan besar harus membayar jutaan dolar kepada para peretas atas ransomware yang mereka kirim.
Menurut Associated Press, perusahaan Colonial Pipeline, misalnya, harus membayar uang tebusan sekitar 4,4 juta dollar AS atau setara Rp63,8 miliar. Serangan ransomware lain yang menyasar JBS SA, sebuah perusahaan pengolan daging terbesar di dunia membuat perusahaan harus membayar tebusan 11 juta dollar AS atau setara Rp159,7 miliar.
Beberapa serangan siber lain yakni SolarWinds dan Kaseya, sebuah perusahaan perangkat lunak, telah berdampak pada lebih dari 200 perusahaan yang menggunakan layanannya.
Dalam penyelidikan yang dilakukan, peretasan banyak dilakukan oleh geng kriminal ransomware dari Rusia. Menanggapi hal itu, pada Jumat (9/7), Joe Biden menghubungi Vladimir Putin dan Gedung Putih mengatakan bahwa Putin harus "mengambil tindakan" terhadap penjahat dunia maya yang bertindak di negaranya dan bahwa AS berhak untuk "membela rakyatnya dan infrastruktur penting" dari serangan masa depan.
Selain itu, Biden juga berharap bahwa Rusia menindak para penjahat siber, meskipun mereka tidak disponsori oleh negara.
"Saya menjelaskan kepadanya bahwa Amerika Serikat mengharapkan ketika operasi ransomware datang dari negaranya meskipun tidak disponsori oleh negara, kami berharap mereka bertindak jika kami memberi mereka informasi yang cukup atas siapa pelakunya," kata Biden kepada wartawan.