Brasil Buka Bokir Telegram Usai Dituduh Lindungi Neo-Nazi

Pemblokiran dianggap melanggar kebebasan berekspresi

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Agung Brasil, pada Minggu (30/4/2023), mencabut blokir aplikasi Telegram, yang sempat dilarang atas permintaan Jaksa Agung Espirito Santo.

Setahun lalu, Brasil melarang Telegram beroperasi lantaran dianggap lalai memblokir berita palsu yang beredar di aplikasinya. Eks Presiden Jair Bolsonaro menyebut kebijakan itu sebagai ancaman kebebasan berpendapat.

1. Dibuka karena mengganggu kebebasan berekspresi di Brasil

Jaksa Agung, Flavio Lucas, mengungkapkan bahwa pemblokiran Telegram di seluruh negeri tidak relevan karena hanya berdasarkan permintaan Jaksa Agung di negara bagian Espirito Santo. 

"Pemblokiran aplikasi di seluruh penjuru negeri tidak punya alasan yang jelas. Mengingat dampaknya ke seluruh teritori negara dan mengganggu kebebasan berekspresi ribuan orang yang tidak masuk dalam investigasi," papar Lucas, dikutip G1.

Meski begitu, Lucas tetap menjatuhkan sanksi sebesar 1 juta real Brasil (Rp2,9 miliar) kepada Telegram lantaran membiarkan beredarnya konten neo-Nazi di negara Amerika Selatan tersebut. 

"Perusahaan teknologi harus tahu bahwa ruang siber tidak bisa menjadi teritori bebas, sebuah dunia khusus di mana kontrak sosial baru dipaksakan dengan aturan mereka sendiri dan diatur oleh agen yang mengeksploitasinya secara komersial. Institusi dan perusahaan harus memberikan evolusi, bukan pembaruan," tambahnya. 

Baca Juga: Brasil Tetapkan Wilayah Adat Baru di Amazon Seluas 210 Ribu Hektare

2. Telegram tolak berikan informasi pengguna kepada pemerintah

Permasalahan ini bermula dari permintaan Jaksa Agung Espirito Santo, Wellington Lopes da Silva, untuk memblokir akses Telegram di seluruh negeri. Ia juga meminta agar diberlakukan denda sebesar Rp2,9 miliar.

Telegram dianggap tidak bersedia menjawab permintaan resmi dari Kepolisian Federal untuk memberikan data resmi dari dua kelompok neo-Nazi di Brasil. Sebaliknya, Telegram justru memberikan informasi yang tidak menyeluruh, dikutip Reuters

Menanggapi hal ini, CEO Telegram Pavel Durov menyatakan, perusahaannya sudah memberikan data kepada otoritas Brasil. Ia pun akan mengajukan banding terkait pemblokiran tersebut. 

"Permintaan data yang secara teknologi tidak mungkin bisa kami dapatkan. Kami melindungi seluruh pengguna di Brasil atas hak dalam kebebasan dan kerahasiaan untuk berkomunikasi," terangnya. 

3. Kelompok neo-Nazi diduga serang sekolah di Espirito Santo

Brasil sedang dihadapkan pada rentetan kasus serangan di sekolah dalam beberapa bulan terakhir. Pada November 2022, kasus penembakan di sekolah terjadi di Espirito Santo yang merenggut empat nyawa di dua sekolah.

Terduga pelaku adalah remaja berusia 16 tahun yang dipercaya sebagai salah satu anggota kelompok ekstremis neo-Nazi yang aktif di Telegram. Ia diketahui mengenakan pakaian seragam militer bersimbol Nazi.

Pemerintah Brasil terus berupaya mengurangi aksi kekerasan di sekolah lewat hasutan di media sosial. Pengaruh media sosial disebut punya dampak besar terhadap kasus penembakan sekolah di Brasil.

Baca Juga: Ukraina Undang Presiden Brasil Kunjungi Negaranya

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya