Georgia Tuduh AS Berniat Lancarkan Revolusi di Negaranya

Buat relasi Georgia-AS menegang

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Georgia, Irakli Kobakhidze, menyatakan kecamannya terhadap Amerika Serikat (AS) pada Jumat (3/5/2024). Ia menyebut bahwa Washington berniat menginisiasi revolusi dan mendorong rakyat untuk mengadakan demonstrasi besar-besaran. 

Sehari sebelumnya, Kobakhidze sudah menolak undangan AS untuk berkunjung ke Washington untuk membicarakan kerja sama strategis dan bantuan. Ia menyebut AS memaksa pemerintahannya untuk menolak RUU antiagen asing dan berkomitmen pada Euro-Atlantik. 

Baca Juga: Gedung Parlemen Georgia Dikepung Usai RUU Anti-Agen Asing Diterima

1. Kobakhidze jelaskan fungsi RUU antiagen asing kepada AS

Kobakhidze mengaku sudah berbicara dengan penasehat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) AS, Derek Chollet terkait permasalahan kedua negara saat ini. Ia pun menjelaskan fungsi RUU antiagen asing yang sebenarnya. 

"Saya sudah berbicara dengan Tn. Chollet terkait dengan upaya revolusi pada 2020 dan 2023 yang diinisiasi melalui organisasi non-pemerintahan yang didukung oleh mantan Duta Besar (Dubes) AS dan didanai oleh dana eksternal. Jika sukses, upaya tersebut akan membuka front perang kedua di Georgia," ungkapnya, dikutip Jam News.

"Saya menjelaskan kepada Tn. Chollet bahwa pernyataan salah ini dibuat oleh Kemlu AS soal RUU transparansi tersebut. Dalam menanggapi masalah ini, kebijakan khusus harus diterapkan untuk mengembalikan hubungan baik kedua negara yang saling menghormati," tambahnya. 

Ia menambahkan bahwa pemerintah Georgia tidak pernah ikut campur dan berkomentar terkait pembubaran paksa demonstrasi besar pro-Palestina di sejumlah universitas di AS saat ini. 

2. Georgia bantah tudingan Kemlu Prancis

Tak hanya memrotes kritikan AS, Kemlu Georgia juga membantah tudingan juru bicara Kemlu Prancis, Christophe Lemoine, mengenai kekerasan dalam pembubaran paksa demonstrasi menolak RUU antiagen asing di Tbilisi. 

"Tuduhan itu tidak dilandasi oleh objektivitas yang jelas dan kami mengingatkan bahwa Tbilisi tidak pernah mengkritisi aksi Prancis, ketika aparat keamanan melakukan cara brutal untuk membubarkan massa yang berlawanan dengan standar hak asasi manusia (HAM)," terangnya, dikutip Civil.

"Kebebasan pengumpulan massa dan ekspresi sudah dijamin di Georgia dengan standar yang tinggi. Sedangkan tindak kekerasan yang dilakukan oleh kelompok tertentu yang punya kaitan dengan oposisi politik dan didanai asing," sambungnya. 

Baca Juga: PM Georgia Sebut Presiden sebagai Seorang Pengkhianat

3. Mantan Dubes AS di Georgia sebut ini langkah memuluskan pemerintahan autokrat

Mantan Duta Besar AS di Georgia William Courtney mengungkapkan bahwa pemerintah Georgia saat ini sedang dibajak oleh Partai Georgian Dream. Ia menilai partai tersebut yang menyulut tensi Georgia dan AS, serta negara Barat. 

"Georgian Dream mencoba mengambilalih Georgia untuk menjadi satelit Rusia, seperti halnya Belarus. Kobakhidze sudah dan sepertinya akan tetap menjadi salah satu aktor pendukung masa depan autokrasi di negara itu," ungkap Courtney, dilansir RFE/RL

Ia menilai Kobakhidze akan membuka lembaran baru untuk mengikuti langkah Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Belarus Alexander Lukashenko. Ia menyebut Partai Georgian Dream kemungkinan takut menghadapi pemilu yang adil dan bebas. 

"Georgian Dream mungkin takut kalah dalam pemilu yang adil dan bebas. Oleh karena itu, sepertinya RUU antiagen asing dijadikan cara untuk menghapus independensi, organisasi masyarakat, dan organisasi yang menentangnya," sambungnya. 

Baca Juga: AS dan UE Desak Georgia Tidak Sahkan RUU Anti-Agen Asing

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya