Prancis Desak Tunjukkan Keseimbangan Kekuatan dengan Rusia

Minta tidak ragu untuk membantu Ukraina

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Prancis Stephane Sejourne mendesak negaranya untuk menunjukkan keseimbangan kekuatan dengan Rusia. Ia juga meminta agar tidak adanya sejumlah batasan dalam memberikan dukungan kepada Ukraina. 

Sebulan lalu, Prancis-Ukraina sudah menandatangani perjanjian pertahanan di tengah upaya Kiev dalam mempertahankan posisinya di medan perang. Kesepakatan antara kedua negara termasuk pemberian bantuan militer senilai 3 miliar euro (Rp50,9 triliun) untuk Ukraina pada 2024. 

Baca Juga: Prancis-Moldova Setujui Perjanjian Pertahanan untuk Lawan Rusia

1. Rusia disebut punya ambisi imperialis di Eropa

Sejourne mengatakan, Rusia yang selama ini melanggar hukum internasional dan punya ambisi imperialis di negara-negara Eropa. 

"Kami harus berbicara menggunakan bahasa yang sama dengan Rusia, sehingga terlihat keseimbangan kekuatan. Kami sangat naif untuk berpikir bahwa kami harus menetapkan batasan atau aturan kami sendiri, ketika Rusia melanggar hukum internasional dan berusaha menetapkan kebijakan luar negerinya di negara-negara Eropa," ungkapnya pada Minggu (10/3/2024). 

"Sejarah sudah memperlihatkan kita ketika negara-negara membiarkan kebijakan luar negerinya diatur oleh negara imperialis yang menginginkan tidak adanya batas wilayah, maka risiko munculnya konflik sangat besar," sambungnya. 

Ia menambahkan, Prancis selama ini tidak memiliki sikap kebingungan terkait dengan Rusia. Ia menyebut Paris selalu melawan tindakan Rusia yang berarti melindungi kedamaian dan kepentingan Prancis. 

2. Sejourne sebut seluruh sekutu setuju meningkatkan bantuan ke Ukraina

Sejourne menambahkan bahwa seluruh negara-negara sekutu Ukraina setuju untuk melakukan lebih kepada Kiev dalam mengadang gempuran Rusia. 

"Terdapat bentuk persatuan observasi soal itu, realitanya, setelah 2 tahun pecahnya konflik, Rusia menjadi lebih dan lebih agresif terhadap kita. Di depan kami, terdapat kekhawatiran soal dukungan jangka panjang dan kemampuan Ukraina dalam menahan ini semua," ujar Sejourne. 

Dilaporkan Ukrinform, terdapat kesepakatan antara Prancis dan Jerman dalam mendukung Ukraina. Ia menyebut akan mendiskusikan lagi dalam pertemuan. 

"Pertanyaannya adalah apakah kita dapat menghentikan Rusia dalam perang atau mendukung Ukraina. Sejarah telah mengajarkan kami bahwa terdapat beberapa contoh kebuntuan dari strategi mundur dan kelemahan," tambahnya. 

Baca Juga: Negara Baltik Akan Putuskan Sikap Bersama soal Pemilu Rusia

3. Negara-negara Baltik rawan diinvasi Rusia

Sejourne ikut mengomentari terkait dengan kondisi di negara-negara Baltik di tengah pecahnya konflik Rusia-Ukraina. Ketiga negara itu sangat rawan diinvasi oleh Rusia jika berhasil merebut Ukraina. 

"Negara-negara Baltik paling rawan terdampak dan mereka khawatir meningkatkan ketidakjelasan, terutama akibat pemilu di Amerika Serikat (AS). Ini adalah niat kita untuk menciptakan mobilisasi dan mendukung upaya Ukraina. Kami butuh meningkatkan strategi kebingungan kepada Rusia dalam mengirimkan sinyal bahwa kami tetap bersatu," ujarnya, dikutip Ukrainska Pravda

Ia mengungkapkan bahwa Prancis sudah mengadakan perjanjian pertahanan dengan Ukraina. Sedangkan 25 negara lain juga sudah mengajukan proses negosiasi dan penandatanganan persetujuan. 

"Terdapat persatuan dalam realitanya. Semuanya setuju bahwa kondisi akan lebih buruk jika Ukraina terpecah belah atau Rusia menang dalam perang. Maka Rusia tidak boleh menang dan tidak akan menang," tekannya. 

Baca Juga: Prancis Tegaskan Hak Perempuan untuk Aborsi dalam Konstitusi

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya