Takut Diserang, Senegal Tutup Konjen di Beberapa Negara

Pendukung Ousmane Sonko melakukan serangan di luar negeri

Jakarta, IDN Times - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Senegal, pada Selasa (6/6/2023), menutup sementara beberapa Kantor Konsulat Jenderal di beberapa negara terkait kasus penyerangan. Pasalnya, terdapat laporan pendukung Ousmane Sonko menyerang kantor perwakilan Senegal di luar negeri. 

Pekan lalu, Senegal dilanda kerusuhan besar setelah pemimpin oposisi Ousmane Sonko dijatuhi hukuman atas kasus rudapaksa kepada perempuan di bawah umur. Persekusi ini menimbulkan gejolak dan dugaan bahwa pemerintahan Presiden Macky Sall mengarah ke autoritarianisme. 

1. Khawatir menimbulkan kerusakan besar

Kemlu Senegal tidak secara langsung membenarkan kerusuhan di negaranya dan hukuman kepada Sonko, yang mengakibatkan penutupan Kantor Konjen di luar negeri. Konjen Senegal yang ditutup berada di Milan, Bordeaux, New York, Paris, dan lainnya. 

"Kebijakan pencegahan sudah diterapkan yang disebabkan oleh rentetan agresi yang berakibat kepada kerusakan besar," katanya. 

Dilansir Reuters, Konjen Senegal di Milan telah diserang oleh sekelompok orang tak dikenal. Serangan menyebabkan mesin pembuat paspor dan kartu identitas rusak. Namun, layanan masih terus dilanjutkan sembaru meningkatkan keamanan. 

Laporan dari Rai News menyebut, Konjen di Milan melaporkan bahwa sebanyak 40 pendukung Sonko berkumpul di luar gedung. Mereka diketahui membawa bendera dan spanduk anti-pemerintah Senegal. 

Pada Jumat (2/6/2023), terdapat potongan video yang memperlihatkan sekelompok kecil demonstran di Paris yang melemparkan tepung ke dalam area gedung Konjen Senegal. Mereka juga meneyerang mobil penumpang milik Kedubes Senegal di Prancis. 

Baca Juga: Kerusuhan Pendukung Oposisi vs Pemerintah Senegal, 15 Orang Tewas

2. Pakar minta pemerintah tidak menyulut kerusuhan

Pakar di Senegal menyerukan kepada pemerintah agar tidak menyulut kerusuhan yang berdampak pada aksi kekerasan. Pasalnya, informasi terakhir sudah terdapat 16 orang tewas dan ratusan orang yang terluka dalam demonstrasi anti-pemerintah menolak persekusi Sonko. 

"Terdapat ancaman kerusuhan dan ancaman perang sipil. Kami tidak pernah tinggal dalam situasi seperti ini di Senegal. Kami tidak bisa pergi berjuang di antara kami sendiri dan kami harus berhenti sekarang untuk berdamai sekarang atau bersatu sekarang juga," ungkap pendiri Afrikajom, Alioune Tine, dikutip Associated Press.

Senegal mengalami masalah kerusuhan sebelumnya pada 1988, di mana terjadi mogok kerja dan protes masalah pemilu. Namun, analis memperkirakan bahwa kerusuhan kali ini merupakan krisis politik terburuk di Senegal sejak itu. 

3. Pemerintah Senegal mengarah ke autoritarianisme

Dilaporkan Africa News, tiga tokoh intelek di Senegal, Mohamed Mbougar Sarr, Felwine Sarr, dan Boubacar Boris Diop mengomentari kekerasan terhadap sikap Presiden Macky Sall. Mereka menyebut Sall semakin menunjukkan sikap otoriter di tengah rencana maju dalam pilpres 2024. 

"Situasi di negara kami saat ini merupakan hasil dari pergeseran ke arah autoritarianisme dari Presiden Macky Sall. Ia terpilih pada 2012, dan kembali terpilih pada 2019. Ia pun ingin mempertahankan kekuasaannya dengan cara apapun," tulis ketiga pakar tersebut. 

Pemerintah Senegal menolak tudingan mengarah ke autoritarianisme dan mengaku terus menegakkan demokrasi beserta aturan di Senegal. Presiden Sall masih belum memberikan kejelasan soal intensinya pada 2024.

Baca Juga: Gegara Ban Pecah, Bus di Senegal Tabrakan Sebabkan 40 Orang Tewas

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya