Warga Guinea Lakukan Mogok Kerja Protes kepada Junta Militer

Tolak sikap otoriter junta militer Guinea

Jakarta, IDN Times - Warga Guinea, pada Senin (26/2/2024), menggelar mogok kerja massal sebagai langkah memrotes pemerintahan junta militer. Tindakan ini dilakukan karena junta militer telah melarang segala bentuk demonstrasi dan terus membungkam kritikan warga. 

Pekan lalu, Presiden Kolonel Mamady Doumbouya resmi membubarkan seluruh jajaran pemerintahan sementara. Pemerintah tidak memberikan alasan di balik keputusan ini, tapi memaksa seluruh anggota pemerintahan untuk menyerahkan paspor dan membekukan akun bank.

1. Hampir seluruh fasilitas umum di Guinea berhenti beroperasi

Dalam aksi tersebut, jalanan di ibu kota Conakry nampak sangat sepi dan jalanan begitu. Sejumlah fasilitas umum seperti pasar, toko, sekolah nampak tutup pada hari pertama mogok kerja ini. 

Dilansir Le Monde, sejumlah rumah sakit masih buka dan terdapat barikade yang didirikan oleh pemuda di sekitar jalan utama. Aksi mogok kerja ini menjadi alat protes baru terhadap pemerintahan otoriter junta militer usai mengambil alih kekuasaan pada 2021. 

Aksi kali ini digagas oleh 13 persatuan pedagang di tengah naiknya harga kebutuhan pokok dan sensor terhadap media independent. Masih belum diketahui secara pasti sampai kapan aksi mogok kerja di Guinea ini akan berlangsung. 

Sementara itu, pembatasan akses internet yang diterapkan dalam 3 bulan terakhir akhirnya dicabut menjelang diadakannya aksi mogok kerja. Setelah akses internet dibuka, warga Guinea langsung membanjiri media sosial untuk mengungkapkan komentarnya. 

Baca Juga: Diancam Israel, Menlu Afrika Selatan Minta Perlindungan 

2. Dua orang tewas akibat demonstrasi di jalanan

Di tengah aksi mogok kerja hari pertama, terjadi kekerasan yang di area pinggiran Conakry. Dua pemuda yang masih berusia 18 tahun tewas terkena luka tembak yang diduga dilakukan oleh aparat keamanan. 

Dilansir France24, dua pemuda itu bernama Mamadi Keita dan Abdoulaye Toure. Keduanya tewas di lokasi yang berbeda, yakni di Sonfonia dan Hamdallaye, tetapi kedua pemuda itu sama-sama mendapat luka tembak. 

"Mereka sengaja menembak anak kami, mereka menargetkannya dan menembak tepat di lehernya," terang Adama Keita selaku kerabat dari Mamadi Keita yang disebut sempat bertikai dengan aparat keamanan. 

Salah satu kerabat korban lainnya mengatakan, ia mendengar anaknya ditembak ketika berada di tempat konstruksi bangunan. Ketika sampai di rumah, adiknya memberitahu bahwa anaknya sudah tewas ditembak. 

3. Jurnalis desak junta militer bebaskan pemimpin SPPG

Selain persatuan pedagang, jurnalis juga terus melakukan protes terhadap pembatasan dan sensor media. Dalam beberapa tahun terakhir, junta militer sudah melarang sejumlah saluran televisi dan radio sebagai lanjutan perlawanan terhadap media. 

Para jurnalis juga menyerukan agar junta militer segera membebaskan Sekretaris Jenderal Union of Press Professionals of Guinea (SPPG) Sekou Jamal Pendessa yang ditangkap pada akhir Januari karena terlibat dalam aksi protes. Pekan lalu, Pendessa sudah divonis hukuman 6 bulan penjara. 

Setelah memerdekakan diri dari Prancis pada 1968, Guinea terus berada di bawah kekuasaan diktator. Pada 2007, negara Afrika Barat ini sempat mengalami insiden berdarah setelah terjadi mogok kerja persatuan pekerja dan partai oposisi di bawah eks Presiden Lansana Conte yang mengakibatkan tewasnya 186 orang. 

Di bawah tekanan internasional, termasuk ECOWAS, Uni Afrika, junta militer Guinea berjanji untuk mengembalikan pemerintahan ke sipil pada akhir 2024. Namun, banyak pihak yang tidak percaya dan menuding junta berniat melanjutkan kekuasaannya. 

Baca Juga: Waduh, Junta Militer Guinea Bubarkan Pemerintahan

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya