Meningkatnya Kasus Kematian dalam Kondisi Kesepian di Jepang

Jasad seringkali tidak disadari hingga jangka waktu lama

Osaka, IDN Times - Ditengah penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020, Jepang terus melihat kenaikan kasus COVID-19 yang tak kunjung reda dari hari ke hari. Hingga Kamis kemarin (5/8), angka terbaru telah membawa rata-rata harian infeksi virus yang meningkat sebanyak 164 persen bila dibandingkan minggu sebelumnya.

Sementara pembatasan ketat dan krisis kesehatan terjadi di seluruh wilayah, kehilangan kontak sosial di masa pandemi turut menyebabkan semakin banyaknya kasus orang yang meninggal sendirian di rumah. Dalam beberapa kejadian, jasad orang-orang tersebut bahkan ada yang tidak ditemukan hingga lebih dari enam bulan. Di Jepang, fenomena kematian itu pun disebut sebagai "Kodokushi".

1. Kematian dalam kondisi kesepian

Meningkatnya Kasus Kematian dalam Kondisi Kesepian di JepangIlustrasi kesepian. Sumber: Pixabay.com/Anemone123

"Saya tidak bisa terbiasa dengan bau ini, tidak peduli telah berapa banyak adegan yang kami alami," kata Noriyuki Kamesawa, pemilik Kansai Clean Service, yang berbasis di Higashinari-ward, Osaka.

Perkataan kamesawa tersebut menggambarkan perasaannya pada hari hujan di bulan Juli, ketika ia dan rekannya sedang bekerja sebagai petugas kebersihan khusus di sebuah apartemen. Dengan membakar sesajen dupa dan menaruhnya di pintu masuk salah satu ruang, ia dapat mencium bau busuk yang menyengat keluar dari dalam.

Melansir dari The Asahi Shimbun, Kamesawa menjalankan perusahaan dibidang jasa layanan servis dengan menerima permintaan anggota keluarga dan tuan tanah yang berduka, untuk memilah barang-barang pribadi dari orang-orang yang meninggal di rumah mereka dan mengembalikan semua itu ke kondisi semula.

Sebagai petugas kebersihan, ia dan rekannya diwajibkan mengenakan pakaian pelindung lengkap tidak peduli seberapa panas cuaca, demi tetap terlindungi dari infeksi virus corona ataupun penyakit menular lainnya. Sembari menyemprotkan alat ozon untuk menghilangkan bau ruangan, ia dapat melihat noda gelap di lantai kamar mandi yang tampak seperti cairan tubuh dari sisa mayat yang sebelumnya tergeletak di sana. Adegan seperti itu telah menjadi semakin umum dialami, bahkan perusahaannya mendapat peningkatan permohonan serupa lima kali lipat setiap bulan sejak pandemi dimulai. "Jelas interaksi sosial mereka terputus," kata Kamesawa.

Mayat pria berusia 67 tahun yang tinggal sendirian di apartemen itu ditemukan sekitar dua minggu sebelumnya dalam kondisi rusak parah karena udara panas dan lembab. Penyebab kematian tidak diketahui dan keberadaanya yang telah meninggal di dalam apartemen sepertinya tidak disadari selama sekitar satu bulan.

"Saya pikir dia sudah kehilangan semangat untuk hidup," kata putra almarhum, 36 tahun, yang mengamati proses pembersihan. Menurut keterangannya, sang ayah yang kehilangan istrinya karena kanker 20 tahun lalu telah hidup sendiri selama dua tahun belakangan. Meski bukan tipikal orang yang suka bergaul, terkadang ayahnya suka pergi minum di bar. Tetapi pandemi mungkin membuatnya tetap di rumah dalam waktu yang lama. "Saya berharap dapat pergi menemuinya sebelum dia berakhir seperti ini," katanya.

2. 'Maraknya' fenomena kesepian di Jepang

Meningkatnya Kasus Kematian dalam Kondisi Kesepian di JepangIlustrasi orang lanjut usia menutup wajah. Sumber: Unsplash.com/Cristian Newman

Kantor Pemeriksa Medis Prefektur Osaka, mendefinisikan kodokushi sebagai kondisi kematian dimana orang yang meninggal di rumah seringkali tidak disadari kematiannya selama setidaknya empat hari. Menurut data yang mereka rilis, ada peningkatan kodokushi hingga 1.314 di Osaka sepanjang tahun 2020, yang menjadikannya jumlah tertinggi bila dibandingkan catatan yang disimpan sejak tahun 2017.

"Dalam situasi saat ini, di mana sulit untuk berhubungan dengan tetangga dan berkumpul dengan teman untuk hobi karena pandemi virus corona, sangat penting untuk mencegah isolasi dengan lebih sering berkomunikasi bersama anggota keluarga dan kenalan," kata laboratorium klinis.

Baca Juga: Jepang Catat Penurunan Populasi di Tengah Pandemi COVID-19

3. Pihak berwenang perlu lebih tanggap atasi peristiwa tersebut

Meningkatnya Kasus Kematian dalam Kondisi Kesepian di JepangPotret jalanan padat kota tokyo, Jepang. Sumber: Unsplash.com/ Timo Volz

Permasalahan 'kesepian' semacam kodokushi bukanlah hal baru di Jepang. Sebelumnya pada 7 Desember 2020, media Jepang The Mainichi pernah menyoroti peristiwa serupa yang dijuluki sebagai "lonely deaths", dan mengaitkannya dengan penyakit demensia sebagai salah satu faktor paling umum. Penyakit yang menyerang otak dan menyebabkan kepikunan parah itu disebut banyak dialami oleh masyarakat Jepang yang lanjut usia.

Seorang pihak dari Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan mengatakan bahwa pihak berwenang setempat cenderung tidak memantau secara dekat orang-orang rentan yang tinggal bersama kerabat dan itulah yang menjadi masalahnya. Pada bulan Februari, PM Yoshihide Suga bahkan harus menunjuk "menteri kesepian" pertama di negara sakura guna memerangi masalah kesepian yang kian memburuk semenjak pandemi. Selama bulan-bulan musim panas, ada lebih banyak kasus di mana pihak berwenang tidak dapat menentukan penyebab kematian karena kondisi cuaca membuat proses pembusukan lebih cepat terjadi, sehingga polisi seringkali membutuhkan waktu untuk mengidentifikasi wajah mayat yang ditemukan.

Sementara peristiwa "Kodokushi" terus meningkat, Jepang saat ini juga masih harus dihadapkan dengan lonjakan kasus COVID-19 yang bertambah dari hari ke hari di ibu kota Tokyo.  Pada Kamis lalu (5/8), Seorang ahli panel memperingatkan bahwa jika kondisi parah terus berkanjut, Tokyo bisa mendapatkan peningkatan hingga lebih dari 10.000 kasus dalam waktu dua minggu.

Baca Juga: Puluhan Nakes Lulusan Sumut Berkarier di Luar Negeri, Jepang Terbanyak

Calledasia Lakawa Photo Verified Writer Calledasia Lakawa

Broken crayons still color

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya