Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bendera Selandia Baru (pexels.com/Mario Amé)
Bendera Selandia Baru (pexels.com/Mario Amé)

Intinya sih...

  • Rusia dan Iran juga disebut aktif dalam spionase.

  • Ancaman ekstremisme domestik kian menguat.

  • China membantah tuduhan dan pemerintah perkuat pertahanan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Dinas Intelijen Keamanan Selandia Baru (SIS) pada Kamis (21/8/2025) mengungkap peringatan keras soal ancaman keamanan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Laporan tahunan bertajuk New Zealand’s Security Threat Environment menyoroti meningkatnya campur tangan asing dan aksi spionase yang dinilai kian berisiko.

China disebut sebagai pihak paling dominan dalam aktivitas tersebut. Direktur Jenderal Keamanan SIS, Andrew Hampton, menyampaikan pandangannya terkait situasi itu.

“Lingkungan ancaman Selandia Baru sedang memburuk dan itu berdampak langsung pada keselamatan dan keamanan kita,” ujarnya, dikutip dari DW.

Ia menjelaskan ketegangan antarnegara, meningkatnya perpecahan sosial, dan keresahan publik semakin memicu kerentanan itu.

1. Rusia dan Iran juga aktif dalam spionase

Bendera China (pexels.com/aboodi vesakaran)

Dalam laporan tersebut, SIS menyinggung China, Rusia, dan Iran yang diduga aktif memengaruhi pemerintahan maupun masyarakat Selandia Baru. Upaya itu termasuk memperoleh akses ke teknologi sensitif dengan cara tersembunyi dan menipu. China dinilai sangat agresif dalam memperluas pengaruhnya di kawasan Pasifik, termasuk Selandia Baru.

Laporan itu juga menyoroti peran United Front Work Department, lembaga yang bertugas membangun pengaruh luar negeri. Organisasi tersebut disebut kerap memakai cara manipulatif, koersif, hingga tidak etis yang berisiko bagi bisnis dan institusi di Selandia Baru. Meski sebagian aktivitasnya bisa berdampak positif, sering kali ada agenda tersembunyi di baliknya.

SIS turut memperingatkan pelaku usaha terkait hukum keamanan nasional China yang mengharuskan individu dan perusahaan bekerja sama dengan intelijen negaranya. Situasi ini bisa mengancam kepentingan ekonomi Selandia Baru. Badan itu juga mengungkap adanya penggunaan jaringan bisnis, universitas, hingga lembaga kajian sebagai sarana mengumpulkan informasi.

2. Ancaman ekstremisme domestik kian menguat

ilustrasi peretasan (pexels.com/Mati Mango)

Aktivitas spionase asing yang tidak terdeteksi hampir dipastikan terjadi. Target utama mencakup kebijakan pemerintah, aliansi keamanan, hingga riset teknologi canggih. Sebagian besar serangan itu dilancarkan lewat jalur siber yang menyasar infrastruktur vital.

Laporan SIS juga menyinggung praktik represi lintas negara. Sejumlah komunitas diaspora di Selandia Baru ditekan agar ikut mengawasi dan mengumpulkan informasi, meski negara yang dimaksud tidak disebutkan secara spesifik.

Selain campur tangan asing, SIS juga mengkhawatirkan meningkatnya ancaman ekstremisme tunggal di dalam negeri. Fenomena ini dipicu oleh proses radikalisasi di ruang daring yang sangat terpolarisasi. Anak muda dan individu rentan dinilai paling mudah terpengaruh, sehingga berpotensi melakukan serangan mendadak yang sulit diprediksi.

3. China membantah tuduhan dan pemerintah perkuat pertahanan

Bangunan Tiananmen, China (pexels.com/Markus Winkler)

China dengan tegas membantah tuduhan SIS yang dianggap tidak berdasar. Kedutaan Besar China di Wellington menyatakan kekecewaannya terhadap laporan itu.

“Tuduhan-tuduhan tersebut terdengar sangat familiar karena hanya mengulang fitnah dan tuduhan yang dibuat di tempat lain, dikemas ulang untuk audiens Selandia Baru,” bunyi pernyataan Kedutaan, dikutip CNA.

Dalam pernyataan yang sama, Kedutaan menegaskan hubungan bilateral yang sehat tetap bergantung pada upaya kedua belah pihak. Meski kecewa, China masih memandang Selandia Baru sebagai mitra sekaligus sahabat.

Di sisi lain, Selandia Baru semakin aktif dalam aliansi intelijen Five Eyes bersama Australia, Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat. Pemerintah juga mengumumkan investasi sebesar 2,7 miliar dolar Selandia Baru (setara Rp25,6 triliun) untuk memperkuat angkatan pertahanannya. Langkah ini diumumkan bersamaan dengan rilis laporan SIS tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team