China Resesi Seks, Ahli: Kurangi Jam Kerja, Perbanyak Waktu Pacaran

Jakarta, IDN Times - Penasihat politik pemerintah China telah membuat lebih dari 20 rekomendasi untuk meningkatkan angka kelahiran. Rekomendasi itu telah disampaikan pada pertemuan tahunan Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China (CPPCC) pada bulan Maret.
Rekomendasi CPPCC di antaranya memperluas akses ke pendidikan umum gratis, memberikan insentif bagi keluarga yang membesarkan anak pertama mereka selain anak kedua atau ketiga, hingga subsidi perawatan kesuburan.
Biro Statistik Nasional China pada Januari melaporkan, populasi telah turun sebanyak 850 ribu orang pada 2022. Angka itu menandai penurunan pertama populasi China sejak bencana kelaparan besar pada 1961.
Meski China telah mengakhiri kebijakan satu anak pada 2016 dan menaikkan batas menjadi tiga anak pada 2021, mayoritas generasi muda enggan memiliki anak. Biaya perawatan dan pendidikan anak yang tinggi, pendapatan rendah, jaring pengaman sosial yang lemah, dan ketidaksetaraan gender disebut menjadi kendala utama, dilansir Al Jazeera.
1. China hanya bisa memperlambat penurunan populasi
Mengutip CNA, sejumlah ahli mengapresiasi rekomendasi yang diajukan sebagai tanda China serius menghadapi permasalahan ini. Meski begitu, mereka berpendapat bahwa hal terbaik yang dapat dilakukan China sekarang adalah memperlambat penurunan populasi.
"Anda tidak dapat mengubah tren penurunan. Tapi tanpa ada kebijakan 'dorongan kesuburan', maka kesuburan akan semakin menurun," kata Xiujian Peng, peneliti senior di Pusat Studi Kebijakan di Universitas Victoria di Australia.
Untuk mencegah wanita bekerja terlalu keras, Peng sepakat dengan mosi dari Jiang Shengnan, salah satu anggota CPPCC, yang menganjurkan generasi muda bekerja hanya delapan jam per hari. Menurutnya, hal itu penting untuk memberikan waktu bagi mereka untuk jatuh cinta, menikah, dan memiliki anak
Selain itu, memberikan insentif bagi pasangan yang memiliki anak pertama juga dapat mendorong mereka untuk memiliki anak lagi. Banyak provinsi di China saat ini hanya mensubsidi anak kedua dan ketiga saja.
Untuk membantu mengurangi tekanan pada keluarga muda, Komisi Kesehatan Nasional (NHC) juga mewacanakan individu yang memenuhi syarat untuk menjalankan operasi penitipan anak untuk maksimal lima anak hingga usia tiga tahun.
2. Kebijakan harus berfokus pada kesetaraan gender
Dosen di London School of Economics, Arjan Gjonca, mengatakan bahwa insentif keuangan saja tidak cukup untuk mendorong angka kelahiran. Menurutnya, kebijakan yang berfokus pada kesetaraan gender dan hak kerja yang lebih baik bagi perempuan kemungkinan akan membawa dampak yang lebih besar.
Proposal CPPCC seperti cuti hamil yang dibayar oleh pemerintah alih-alih atasan kerja akan membantu mengurangi diskriminasi terhadap perempuan. Begitu juga dengan peningkatan cuti bagi ayah baru yang dapat mendorong orang tua laki-laki untuk lebih banyak terlibat dalam mengasuh anak, kata para ahli.
Meski begitu, ahli demografi Yi Fuxian tetap skeptis jika tindakan tersebut akan memberikan dampak yang signifikan. Menurutnya, China membutuhkan revolusi paradigma dalam bidang ekonomi, masyarakat, politik, dan diplomasi untuk mendorong angka kelahiran.
3. Banyaknya beban hingga diskriminasi
Di China, tidak sedikit perempuan yang enggan untuk berkeluarga dan memiliki anak. Pasalnya, mereka khawatir dengan beban atau kerugian hasil dari pernikahan dan menjadi seorang ibu.
“Saya tidak ingin hidup saya hanya tentang mengurus anak-anak, melakukan pekerjaan rumah dan mengurus orang tua suami ketika mereka sudah tua, tapi saya merasa banyak keluarga mengharapkan hal itu dari seorang wanita yang sudah menikah di China,” kata Wenyi Hai.
Ia menambahkan bahwa mengandalkan gaji suami saja biasanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Akibatnya, perempuan terpaksa ikut bekerja sambil mengurus tugas di rumah.
Selain itu, perempuan di China juga akan kesulitan untuk mempertahankan karier mereka apabila mempunyai anak.
Meski ilegal, beberapa perusahaan di negara tersebut kerap membuat karyawan wanita menandatangani kontrak yang memberikan perusahaan hak untuk memberhentikan mereka apabila hamil.
Pada 2019, Fan Huiling dari Provinsi Guangdong dipecat dari pekerjaannya ketika dia memberi tahu majikannya bahwa dia hamil. Hal yang sama juga terjadi pada seorang wanita di Provinsi Jilin tahun sebelumnya.