Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi polusi udara (pexels.com/Антон Хаткевич)
ilustrasi polusi udara (pexels.com/Антон Хаткевич)

Intinya sih...

  • China berkomitmen memangkas emisi gas rumah kaca sebesar 7-10 persen dari puncaknya pada tahun 2035.

  • Komitmen China disebut sejalan dengan Perjanjian Paris, namun tantangan global masih membayangi target iklim.

  • Dunia memberikan respons beragam terhadap langkah China, termasuk Uni Eropa yang menegaskan komitmennya dengan target pengurangan emisi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Presiden China, Xi Jinping, mengumumkan rencana memangkas emisi gas rumah kaca sebesar 7-10 persen dari puncaknya pada tahun 2035. Pengumuman itu disampaikan Xi melalui video dari Beijing dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pemimpin iklim yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, pada Rabu (24/9/2025). Ini menjadi kali pertama China, sebagai penghasil emisi global terbesar, menetapkan target pengurangan absolut lintas sektor ekonomi.

China juga menargetkan peningkatan kapasitas tenaga angin dan surya hingga enam kali lipat dibandingkan level 2020 dalam satu dekade mendatang.

Penggunaan energi non-fosil ditargetkan melampaui 30 persen dari total konsumsi pada 2035, sementara stok hutan akan diperluas lebih dari 24 miliar meter kubik. Xi menambahkan bahwa kendaraan energi baru akan dijadikan opsi utama dalam penjualan mobil baru pada 2035.

1. Komitmen China disebut sejalan dengan Perjanjian Paris

Sekretaris Jenderal Partai Komunis China, Xi Jinping (Press Service of the President of the Russian Federation / Roman Kubanskiy, This file comes from the website of the President of the Russian Federation and is licensed under the Creative Commons Attribution 4.0 License, via Wikimedia Commons)

Xi menyebut langkah China sebagai bentuk kontribusi maksimal terhadap Perjanjian Paris 2015, yang menuntut hampir 200 negara menekan laju pemanasan global. Ia menilai negara maju harus lebih dulu mengambil langkah agresif, seraya menyindir Amerika Serikat yang dianggap menjauh dari tujuan kesepakatan tersebut.

“Transformasi hijau dan rendah karbon adalah tren zaman kita. Meskipun beberapa negara bertindak melawan tren ini, komunitas internasional harus tetap berada di jalur yang benar, mempertahankan keyakinan yang teguh, tindakan yang teguh, dan upaya yang tidak berkurang,” kata Xi dikutip dari CNA.

China sendiri telah membuktikan catatan lebih cepat dari rencana, seperti mencapai kapasitas angin dan surya 1.200 gigawatt enam tahun lebih awal pada 2024. Li Shuo, direktur China Climate Hub di Asia Society Policy Institute, menilai capaian itu hanyalah dasar, bukan batas akhir. Data juga menunjukkan emisi China cenderung stabil, dengan proyeksi 2025 lebih rendah dibandingkan 2024, terutama karena meningkatnya produksi listrik tenaga surya.

2. Tantangan global masih membayangi target iklim

ilustrasi panel surya (pexels.com/Pixabay)

Guterres, menekankan pentingnya Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDCs) untuk menjaga suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius. Ia mengingatkan bahwa proyeksi kenaikan suhu turun dari 4 derajat pada 2015 menjadi 2,6 derajat jika semua rencana iklim terlaksana penuh.

“Kita benar-benar membutuhkan negara-negara untuk datang […] dengan rencana aksi iklim yang sepenuhnya selaras dengan 1,5 derajat, yang mencakup seluruh ekonomi mereka dan seluruh emisi gas rumah kaca mereka,” kata Guterres dikutip dari BBC.

Namun, pengurangan emisi China masih dipandang belum cukup karena negara itu menyumbang seperempat dari total emisi global. Penurunan 10 persen hanya setara 1,4 miliar ton per tahun, hampir empat kali emisi tahunan Inggris, sedangkan para pakar menilai perlu lebih dari 50 persen pengurangan agar sesuai skenario 1,5 derajat.

Yao Zhe, penasihat kebijakan Greenpeace East Asia, mengatakan bahwa bahkan bagi mereka yang memiliki ekspektasi rendah, apa yang disampaikan hari itu tetap dianggap kurang. Meski energi terbarukan meningkat, ketergantungan China pada batu bara tetap tinggi, dengan produksi listrik berbasis batu bara mencapai puncaknya pada 2024 meski menurun di 2025.

3. Dunia beri respons beragam terhadap langkah China

ilustrasi ruang konferensi (pexels.com/Jan van der Wolf)

Pidato Xi muncul sehari setelah Presiden AS, Donald Trump, di Sidang Umum PBB menyebut perubahan iklim sebagai penipuan dan mengkritik penggunaan energi terbarukan. AS, yang merupakan penghasil emisi terbesar kedua setelah China, tetap menarik diri dari Perjanjian Paris. Sikap ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan negara lain, dengan Xi menyerukan kerja sama global untuk mengejar target iklim.

Dilansir dari India Today, Uni Eropa menegaskan komitmennya dengan target pengurangan emisi 55 persen pada 2030 serta 66-72 persen pada 2035. Presiden UE, Ursula von der Leyen, mengatakan rencana itu menegaskan posisi UE sebagai motor kepemimpinan iklim dunia.

KTT iklim COP30 di Belem, Brasil, yang dipimpin Presiden Luiz Inácio Lula da Silva, akan menjadi penentu arah komitmen baru. Lula mengingatkan bahwa rencana yang diajukan negara-negara akan menunjukkan apakah mereka benar-benar percaya pada apa yang ditunjukkan oleh ilmu pengetahuan atau tidak.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team