Junta Myanmar Benarkan Adanya Penggulingan Suu Kyi

Jumlah korban tewas di Myanmar sudah mencapai 328 orang

Naypyitaw, IDN Times - Pihak junta militer Myanmar membenarkan adanya penggulingan terhadap pemerintahan terpilih, Aung San Suu Kyi, pada perayaan Hari Angkatan Bersenjata hari Sabtu, 27 Maret 2021, waktu setempat. Sampai saat ini, jumlah korban tewas dalam protes besar-besaran yang terjadi di Myanmar mencapai angka 328 orang. Bagaimana awal ceritanya?

1. Militer Myanmar tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kudeta militer segera berakhir

Junta Myanmar Benarkan Adanya Penggulingan Suu KyiSuasana protes besar-besaran yang dilakukan oleh massa Myanmar saat kudeta berlangsung. (Twitter.com/Shoon_Naing)

Dilansir dari Independent.co.uk, kepala junta militer Myanmar pada hari Sabtu, 27 Maret 2021, waktu setempat menggunakan momen di Hari Angkatan Bersenjata Myanmar untuk mencoba membenarkan penggulingan pemerintah Myanmar terpilih, Aung San Suu Kyi, ketika para demonstran menandai hari libur dengan menyerukan protes besar-besaran yang lebih besar lagi. Jenderal senior Myanmar, Jend. Min Aung Hlaing, tidak secara langsung merujuk pada protes nasional yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan menghentikan kudeta militer.

Dalam pidato yang disiarkan oleh televisi setempat secara nasional di hadapan ribuan tentara di kota Naypyitaw, Myanmar, dia hanya merujuk pada terorisme yang dapat membahayakan ketenangan negara serta kemananan nasional dan menyebutnya itu tidak dapat diterima.

Orang-orang di kota besar dan kecil di sekitar Myanmar menandai hari libur umum dengan kembali menggelar protes besar-besaran terhadap kudeta militer Myanmar sejak tanggal 1 Februari 2021 lalu. Di beberapa lokasi, aparat keamanan setempat berupaya membubarkan mereka secara paksa, seperti yang sudah menjadi praktik standar. Sebuah laporan yang tersebar di media sosial menyebutkan beberapa demonstran sudah ditembak mati pada pagi hari yang sama, meski itu belum diverifikasi kebenarannya.

2. Jumlah korban tewas yang sudah disebutkan hanya mencakup kasus-kasus yang diversifikasi

Junta Myanmar Benarkan Adanya Penggulingan Suu KyiSuasana protes besar-besaran yang dilakukan oleh massa Myanmar saat kudeta berlangsung. (Twitter.com/nofeelingpage)

Jumlah korban tewas akibat protes besar-besaran yang terjadi di Myanmar sejak awal Februari 2021 hingga saat ini mencapai 328 orang. Ini telah memperingatkan bahwa penghitungan korban tewas hanya mencakup kasus-kasus yang diversifikasi, dengan jumlah korban tewas sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi. Pada hari Jumat, 26 Maret 2021, lalu sebanyak 8 orang tewas akibat protes besar-besaran di Myanmar.

Para demonstran menyebut hari raya tersebut menandai awal pemebrontakan melawan pendudukan Jepang pada Perang Dunia II lalu. Acara pada Hari Angkatan Bersenjata Myanmar kali ini dipandang sebagai titik nyala, dengan para demonstran mengancam akan melipatgandakan penolakan publik mereka terhadap kudeta dengan demonstrasi yang lebih besar dan lebih banyak. Televisi milik Myanmar, MRTV, pada hari Jumat, 26 Maret 2021, malam waktu setempat menayangkan pengumuman yang mendesak kaum pemuda untuk belajar dari pengalaman mereka yang sudah tewas sebelumnya, di mana mereka tertembak di bagian kepala atau punggung.

Peringatan tersebut dianggap sebagai ancaman eksplisit karena sejumlah besar korban tewas berada di antara para demonstran dengan luka tembak di kepala. Pengumuman tersebut menyarankan bahwa beberapa anak muda ikut serta dalam protes seolah-olah itu adalah permainan serta mendesak orang tua dan teman mereka untuk membujuk mereka agar tidak ikut berpartisipasi.

Baca Juga: AS dan Inggris Masukkan 2 Perusahaan Myanmar ke Daftar Hitam

3. Dampak yang paling rentan dalam situasi seperti ini justru kepada para migran

Junta Myanmar Benarkan Adanya Penggulingan Suu KyiSuasana protes besar-besaran yang dilakukan oleh massa Myanmar saat kudeta berlangsung. (Twitter.com/UN_SPExperts)

Situasi seperti ini juga berpengaruh besar terhadap para migran yang ada di Myanmar. Menurut organisasi PBB di bidang migran, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), darurat militer yang diberlakukan di kota-kota sekitar Yangon membuat ribuan migran terpaksa kembali ke tempat asal mereka dan sebagian besar dari mereka mengandalkan tabungan untuk bertahan hidup. Juru bicara PBB, Farhan Haq, mengatakan IOM memperkirakan sekitar 100 ribu migran telah kembali ke komunitas asal mereka, terutama negara bagian Rakhine dan wilayah Ayeyarwady demi mencari keselamatan dan keamanan.

Ia menambahkan mereka kembali ke komunitas yang sudah dalam kesulitan sebelumnya karena dampak pengambilalihan militer, termasuk penangguhan layanan perbankan dan kelangkaan makanan. Awal bulan Maret 2021 ini, program pangan dunia PBB, World Food Programme (WFP), melaporkan kenaikan tajam harga pangan dan bahan bakar di sebagian besar wilayah bagian Myanmar, yang disebabkan oleh terganggunya rantai pasokan dan pasar. Dari sisi kemanusiaan merasakan kekhawatiran jika tren harga terus berlanjut dan akan merusak kemampuan orang-orang miskin serta paling rentan untuk menyediakan makanan yang cukup bagi keluarga mereka.

Baca Juga: Ribuan Warga Myanmar Melarikan Diri ke Perbatasan Thailand

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya