Seorang perempuan memakai masker pelindung aran virus korona baru sedang terjadi di China saat ia berjalan di lapangan terbuka Trocadero di depan Menara Eiffel di Paris, Prancis, Sabtu (1/2/2020) (ANTARA FOTO/REUTERS/Gonzalo Fuentes)
Sampai hari ini berarti total ada 226 kasus COVID-19 impor. Penularan pun banyak terjadi di negara-negara Eropa. Contohnya, mayoritas pasien COVID-19 yang dilaporkan pada Rabu berasal dari Spanyol dan Inggris. Sehari sebelumnya, pemerintah Guangdong melaporkan lima kasus impor di mana para pasien adalah penumpang dari Inggris, Belanda dan Thailand.
WHO pun mengumumkan bahwa episenter virus corona baru berpindah dari Wuhan, Provinsi Hubei, ke Eropa. Italia menjadi negara Eropa yang paling banyak melaporkan kasus COVID-19 yaitu 35.713 per hari ini. Sedangkan total kasus di Spanyol dan Jerman masing-masing mencapai 14.679 dan 12.327. Keseluruhan kasus terkonfirmasi di Tiongkok sendiri adalah 81.137.
"Sangat jelas bahwa aksi yang diambil Tiongkok hampir mengakhiri gelombang penularan pertama," kata Ben Cowling, Kepala Divisi Epidemiologi dan Biostatistik di Universitas Hong Kong, kepada The New York Times. "Pertanyaannya adalah apa yang akan terjadi jika ada gelombang kedua sebab langkah yang diimplementasikan Tiongkok tidak begitu berkesinambungan dalam jangka panjang."
Apa yang tampak sebagai keberhasilan ini tidak bisa membuat publik lupa pada respons otoritas Tiongkok di awal wabah terjadi. Pemerintah terlambat dalam bertindak karena menganggap enteng virus tersebut. Bahkan, Partai Komunis sibuk membungkam beberapa dokter yang mencoba memperingatkan adanya virus baru yang misterius pada Desember.
Kematian Li Wenliang, salah satu dokter yang kemudian meninggal usai terinfeksi, menjadi simbol buruknya Tiongkok dalam merespons wabah. Lockdown terhadap Wuhan dan sejumlah kota lainnya awalnya terkesan sangat ekstrem. Namun, kini beberapa negara mengambil langkah ini misalnya Italia dan Filipina.