Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi demonstrasi (pexels.com/Life Matters)
ilustrasi demonstrasi (pexels.com/Life Matters)

Intinya sih...

  • Demonstran lakukan perusakan dan serang kantor partai serta kompleks parlemen Belanda

  • Kerusuhan terjadi di tengah ketegangan politik jelang pemilu, setelah koalisi sayap kanan runtuh

  • Pejabat Belanda kecam kekerasan dalam aksi protes, menekankan pentingnya melindungi polisi dan menyuarakan pendapat di tengah polarisasi politik

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Polisi Belanda bentrok dengan massa anti-imigrasi di Den Haag pada Sabtu (20/9/2025). Aparat menembakkan gas air mata dan menggunakan meriam air untuk membubarkan kerumunan yang bertindak anarkis. Insiden itu membuat dua polisi terluka dan 30 orang ditangkap, dengan kemungkinan jumlahnya bertambah setelah rekaman kamera diperiksa.

Ribuan orang hadir dalam aksi yang digagas aktivis sayap kanan Els Rechts di kawasan Malieveld. Massa menuntut kebijakan imigrasi yang lebih ketat serta pembatasan terhadap pencari suaka. Protes ini berlangsung sebulan menjelang pemilu nasional Belanda pada 29 Oktober, diwarnai bendera Belanda dan atribut kelompok sayap kanan.

1. Demonstran lakukan perusakan dan serang kantor partai

Kerusuhan memanas ketika sekelompok besar demonstran melempari polisi dengan batu dan botol, menurut laporan televisi NOS. Sebuah mobil polisi bahkan dibakar, menambah kekacauan di tengah aksi. Situasi semakin buruk saat sejumlah perusuh menargetkan kantor pusat partai Democrats 66 (D66). Pemimpin D66, Rob Jetten, meluapkan kemarahannya di media sosial.

“Sampah. Kalian jangan sentuh partai politik,” ujarnya melalui X, dilansir dari The Guardian.

Ia menegaskan bahwa perusuh tidak akan pernah berhasil mengintimidasi partainya ataupun merebut negara mereka. Selain itu, kerusuhan juga menjalar ke kompleks parlemen Belanda yang sedang direnovasi. Perusuh mendekat ke area berpagar itu, memicu peningkatan pengamanan dari otoritas. Tindakan ini menandai meluasnya target kerusuhan, tidak hanya aparat dan kendaraan, tapi juga simbol politik negara.

2. Kerusuhan terjadi di tengah ketegangan politik jelang pemilu

Dilansir dari Al Jazeera, protes di Den Haag ini muncul setelah koalisi sayap kanan Belanda runtuh pada Juni 2025. Eks Perdana Menteri Dick Schoof kehilangan dukungan setelah Geert Wilders menarik Partai untuk Kebebasan (PVV) keluar dari koalisi. Penolakan terhadap rencana memperketat kebijakan suaka menjadi alasan utama, hingga akhirnya pemilu dadakan digelar pada 29 Oktober.

Wilders sempat diundang berbicara dalam demonstrasi, namun ia tidak hadir. Meski mendukung agenda anti-imigrasi, ia mengkritik tindakan brutal massa.

“Mamblokir jalan raya dan menggunakan kekerasan terhadap polisi sama sekali tidak dapat diterima,” ujarnya di X.

Ia bahkan menyebut pelaku sebagai idiot dan sampah, sebagai bentuk penolakan terhadap aksi anarkis.

3. Pejabat Belanda kecam lekerasan dalam aksi protes

Menteri Kehakiman Belanda, Foort van Oosten, mengingatkan bahwa kebebasan berdemonstrasi harus dijaga tanpa merugikan aparat.

“Berdemonstrasi adalah hal hebat di Belanda, tapi jangan sentuh petugas kami!” katanya di media sosial, dikutip dari Politico.

Ia menekankan pentingnya melindungi polisi yang menjadi garda depan dalam menjaga ketertiban. Frans Timmermans, pemimpin aliansi Buruh-Hijau Belanda, juga menyampaikan reaksi keras terhadap kerusuhan itu. Ia menyebut situasi yang terjadi menyerupai kondisi ala Trump dan menuding ada politisi yang menabur ketakutan serta perpecahan.

Timmermans menilai diam bukanlah pilihan, sehingga masyarakat harus berani menyuarakan pendapat mereka, terutama di tengah polarisasi politik yang semakin meningkat menjelang pemilu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team