Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Filipina Rodrigo Roa Duterte memberikan laporan terbaru terkait usaha pemerintah untuk memerangi wabah virus corona (COVID-19) pada 30 Maret 2020 di Clubhouse Malago, Malacanang (PRESIDENTIAL PHOTO/KING RODRIGUEZ)

Jakarta, IDN Times - Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, pada Rabu (13/11/2024), mendesak Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk segera melakukan penyelidikan terhadapnya terkait dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam kampanye anti-narkoba.

“Saya meminta ICC untuk bergegas, dan jika memungkinkan, mereka bisa datang ke sini dan memulai penyelidikan besok. Masalah ini sudah bertahun-tahun dibiarkan menggantung," kata Duterte dalam penyelidikan kongres terkait kebijakan kerasnya dalam melawan narkoba.

"Jika saya terbukti bersalah, saya akan masuk penjara," tambahnya, dikutip dari Reuters.

1. Jumlah kematian akibat kampanye perang narkoba diyakini mencapai 30 ribu

Menurut data polisi, lebih dari 6.200 orang tewas dalam operasi anti-narkoba selama masa kepresidenan Duterte pada 2016-2022. Namun, kelompok hak asasi manusia meyakini jumlah kematian sebenarnya jauh lebih tinggi, yakni mencapai sekitar 30 ribu. Banyak pengguna dan pengedar narkoba kecil-kecilan terbunuh secara misterius oleh penyerang yang tak dikenal pada masa itu.

"Saya bertanggung jawab penuh atas apa pun yang terjadi dalam tindakan yang diambil oleh lembaga penegak hukum negara ini untuk menghentikan masalah serius narkoba yang mempengaruhi rakyat kita," kata Duterte.

Filipina menarik diri dari ICC pada Maret 2019, saat Duterte masih menjabat sebagai presiden. Namun, hakim banding di ICC kemudian memutuskan bahwa jaksa masih memiliki yurisdiksi atas dugaan kejahatan tersebut karena peristiwa-peristiwa itu terjadi ketika Filipina masih menjadi anggota ICC.

2. Presiden Marcos ogah kerja sama dengan ICC

Editorial Team

EditorFatimah

Tonton lebih seru di