250 Ribu Anak Afghanistan yang Dideportasi Pakistan Butuh Bantuan 

Mereka memerlukan rumah, pendidikan dan makanan

Jakarta, IDN Times - Organisasi non-pemerintah Save the Children pada Kamis (18/4/2024) mengungkapkan, sekitar 250 ribu anak-anak Afghanistan membutuhkan pendidikan, makanan dan rumah setelah mereka dideportasi dari Pakistan.

Lebih dari 520 ribu warga Afghanistan telah meninggalkan Pakistan sejak Oktober lalu. Ini terjadi setelah Islamabad meminta semua orang asing yang tidak memiliki dokumen untuk meninggalkan negara itu atau menghadapi deportasi.

Hampir separuh dari mereka yang kembali adalah anak-anak.

1. Banyak keluarga tidak punya cukup makanan

Dilansir Associated Press, Save the Children mengatakan bahwa banyak keluarga yang memasuki Afghanistan hampir tidak membawa apa-apa.

Survei menunjukkan, 99 persen dari pengungsi yang kembali dan komunitas yang menampung mereka di Afghanistan tidak punya cukup makanan untuk satu hingga dua bulan ke depan. Beberapa dari mereka terpaksa meminjam uang atau bergantung pada teman dan kerabat demi mendapatkan makanan.

Hampir satu dari enam keluarga tinggal di tenda-tenda, dan sebagian besar dari mereka mengatakan tidak ada pekerjaan yang tersedia di Afghanistan.

Seorang remaja perempuan berusia 15 tahun yang tinggal bersama kakeknya mengatakan, keluarganya telah menjual segalanya sebelum meninggalkan Pakistan. Ia kembali ke Afghanistan bersama ibu dan tiga saudara kandungnya 

“Kami membutuhkan tempat berlindung, kebutuhan hidup, pakaian musim dingin, sepatu, selimut, makanan dan obat-obatan. Afghanistan sangat dingin bagi kami, dan ini merupakan tantangan karena kami tidak memiliki pakaian musim dingin,” kata remaja yang tidak disebutkan namanya itu.

Baca Juga: 9 Anak Tewas di Afghanistan gegara Mainkan Ranjau Darat Sisa Perang

2. Mayoritas anak-anak yang kembali ke Afghanistan belum terdaftar di sekolah

Menurut Save the Children, hampir dua pertiga anak-anak yang kembali ke Afghanistan belum terdaftar di sekolah. Sebagian besar dari mereka bahkan tidak memiliki dokumen yang diperlukan untuk masuk ke sekolah. Saat di Pakistan, lebih dari dua pertiga anak-anak tersebut menerima pendidikan formal.

Kendala lainnya yang dihadapi adalah larangan bagi anak perempuan untuk bersekolah setelah kelas enam di Afghanistan.

Arshad Malik, direktur Save the Children untuk Afghanistan, mengatakan bahwa banyaknya orang yang kembali telah menciptakan beban tambahan pada sumber daya yang sedikit.

“Banyak anak-anak Afghanistan yang tidak memiliki dokumen lahir di Pakistan. Afghanistan bukanlah tempat yang mereka anggap sebagai rumah. Selain mereka yang kembali dari Pakistan, 600 ribu warga Afghanistan juga tiba dari Iran tahun lalu," ujarnya.

3. Aturan Taliban membuat pembangunan Afghanistan terhambat

Sementara itu, juru bicara Kementerian Pengungsi Afghanistan, Abdul Mutalib Haqqani, mengatakan bahwa pendidikan tersedia bagi setiap anak yang ketinggalan sekolah.

“Mereka bisa mendaftar di kelas mana saja dan terus belajar, baik punya dokumen atau tidak. Masalah ini telah kami selesaikan," kata Haqqani.

Dikutip VOA News, kondisi ekonomi dan kemanusiaan di Afghanistan telah memburuk sejak kelompok Taliban kembali berkuasa hampir tiga tahun lalu. Mereka telah menerapkan pembatasan besar-besaran terhadap akses perempuan dalam pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan publik.

Pembatasan terhadap hak-hak perempuan dan kebijakan kontroversial lainnya telah menghalangi komunitas internasional untuk secara resmi mengakui pemerintahan Taliban dan melanjutkan bantuan pembangunan yang sangat dibutuhkan untuk Afghanistan. Namun, bantuan kemanusiaan masih diberikan kepada negara tersebut melalui PBB dan organisasi non-pemerintah lainnya.

Baca Juga: Kemlu RI: Veto AS di DK PBB Khianati Perdamaian Timur Tengah 

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya