3 Misionaris AS Tewas akibat Kekerasan Geng di Haiti

Mereka diserang kelompok geng saat meninggalkan gereja

Jakarta, IDN Times - Tiga misionaris Kristen, termasuk pasangan suami istri dari Amerika Serikat (AS), tewas ditembak oleh geng bersenjata di ibu kota Haiti.

Lionel Lazarre, kepala serikat polisi Haiti, mengatakan serangan terjadi pada Kamis (23/5/2024) malam, saat ketiganya meninggalkan sebuah gereja di komunitas Lizon di utara Port-au-Prince.

Korban diidentifikasi sebagai Davy dan Natalie Lloyd, yang baru saja menikah pada 2022, dan Jude Montis, warga lokal yang menjabat sebagai direktur Missions In Haiti. 

Ayah Natalie Llyod, Ben Baker, yang merupakan senator negara bagian Missouri, mengatakan bahwa putri dan menantunya dibunuh saat mereka bekerja sebagai full time misionaris. Davy sendiri merupakan putra pendiri Missions In Haiti, David and Alicia Lloyd, yang memulai organisasi itu pada 2000.

“Mereka diserang oleh geng malam ini dan keduanya dibunuh. Mereka pergi ke surga bersama-sama," tulis Baker dalam unggahan di media sosial.

1. Disergap geng bersenjata saat meninggalkan gereja

Dilansir Associated Press, saudara perempuan Davy Llyod, Hannah Cornett, menuturkan bahwa para korban dihentikan oleh tiga truk yang membawa anggota geng saat sedang menyeberang jalan. Geng tersebut membawa saudara laki-lakinya ke sebuah rumah, mengikat, memukulinya, sebelum kemudian mencuri barang-barang mereka dan pergi.

Saat orang-orang membantu melepaskan ikatan Davy, kelompok geng bersenjata lainnya muncul.

“Tidak ada yang tahu apa yang terjadi,” kata Cornett.

Seseorang yang tidak dikenal tiba-tiba tertembak, dan geng bersenjata pun melepaskan tembakan mereka. Pasangan Llyod dan Montis kemudian melarikan diri ke rumah tempat orang tuanya tinggal.

“Mereka mencoba berlindung di sana, namun geng tersebut menembaki rumah tersebut,” katanya, seraya menambahkan bahwa ketiganya dibunuh dan jasad mereka dibakar.

Baca Juga: Kenya Tunda Keberangkatan Pasukan Keamanan ke Haiti

2. AS serukan pengerahan pasukan multinasional pimpinan Kenya ke Haiti

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, mengungkapkan keprihatinannya atas tragedi tersebut, dan mengatakan bahwa duta besar di Haiti telah menghubungi keluarga korban.

“Sayangnya, ini menjadi pengingat bahwa situasi keamanan di Haiti tidak bisa menunggu, terlalu banyak nyawa tak berdosa yang hilang,” katanya dalam sebuah pernyataan, seraya menyerukan pengerahakan pasukan multinasional pimpinan Kenya untuk menstabilkan negara tersebut.

Dalam wawancara dengan BBC pada Jumat (24/5/2024), Presiden Kenya William Ruto mengatakan bahwa insiden semacam itu merupakan salah satu alasan negaranya akan mengerahkan pasukan ke Haiti.

"Kita tidak boleh kehilangan orang. Kita tidak boleh kehilangan misionaris. Ini adalah alasan mengapa kami mengambil keputusan ini, mengetahui dengan baik bahwa tanggung jawab keamanan di Haiti adalah tanggung jawab bersama," ujarnya.

“Kami melakukan ini untuk mencegah dan menghentikan lebih banyak orang kehilangan nyawa mereka karena geng," tambah dia. 

3. Belum diketahui geng mana yang bertanggung jawab atas serangan tersebut

Belum jelas geng mana yang bertanggung jawab atas penembakan tersebut. Namun, seorang pemimpin geng bernama Chyen Mechan, yang dalam bahasa Kreol Haiti berarti “anjing jahat", diketahui mengendalikan area tempat penyerangan terjadi. Pria yang bernama asli Claudy Célestin itu merupakan pegawai negeri sipil yang dipecat dari Kementerian Dalam Negeri Haiti.

Pemimpin geng lain yang dikenal sebagai Jenderal Jeff juga menguasai wilayah dekat lokasi pembunuhan misionaris tersebut. Kedua geng itu merupakan bagian dari koalisi yang dikenal dengan Viv Ansanm, yang artinya “Hidup Bersama”.

Koalisi ini bertanggung jawab atas serangan besar-besaran terhadap infrastruktur pemerintah yang dimulai pada 29 Februari. Saat itu, geng bersenjata menyerang kantor polisi, melepaskan tembakan ke bandara internasional utama, dan menyerbu dua penjara terbesar di Haiti serta membebaskan lebih dari 4 ribu narapidana.

Geng-geng tersebut juga disalahkan atas pembunuhan atau cedera lebih dari 2.500 orang di seluruh Haiti dari Januari hingga Maret. Lebih dari 360 ribu orang terpaksa meninggalkan rumah mereka ketika kelompok bersenjata menguasai 80 persen Port-au-Prince.

Pada Oktober 2021, anggota geng juga menculik 17 misionaris, yang sebagian besar terdiri dari warga AS. Lima orang dibebaskan dan 12 lainnya melarikan diri setelah disekap selama lebih dari dua bulan.

Baca Juga: Haiti Diguyur Hujan Lebat, 13 Orang Tewas dan Ribuan Rumah Rusak

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya