AS: Serangan Besar-besaran Israel di Rafah Tidak Akan Kalahkan Hamas

AS bujuk Israel untuk lakukan cara lain yang minim risiko

Jakarta, IDN Times - Gedung Putih mengatakan Presiden Joe Biden yakin Israel tidak akan mencapai tujuannya untuk mengalahkan kelompok Hamas melalui serangan besar-besaran di kota Rafah, Gaza selatan.

“Menghancurkan Rafah, dalam pandangannya, tidak akan mencapai tujuan tersebut,” kata juru bicara pemerintah Amerika Serikat (AS), John Kirby pada Kamis (10/5/2024), dikutip Reuters.

Ia mengatakan, Hamas telah mendapat tekanan signifikan dari Israel dan terdapat cara yang lebih baik untuk memburu sisa-sisa kepemimpinan kelompok tersebut dibandingkan melakukan operasi militer yang berisiko tinggi terhadap warga sipil.

“Argumen bahwa kita akan menjauh dari Israel, atau kita tidak bersedia membantu mereka mengalahkan Hamas, tidak sesuai dengan fakta," tambahnya.

1. AS dan Israel diskusi soal alternatif untuk operasi darat di Rafah

Seorang pejabat senior Israel pada Kamis mengatakan bahwa putaran negosiasi terkini di Kairo, Mesir, mengenai kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera telah berakhir tanpa penyelesaian yang jelas. Oleh sebab itu, Israel akan melanjutkan operasi militernya di Rafah sesuai rencana.

“Kami masih percaya bahwa masih ada jalan ke depan, namun hal ini memerlukan kepemimpinan dari kedua belah pihak. Dan dibutuhkan sedikit keberanian moral dari kedua belah pihak untuk akhirnya bisa mencapai kesepakatan dan menandatangani kesepakatan ini," ungkap Kirby.

Ia mengatakan bahwa diskusi AS-Israel masih berlangsung mengenai alternatif operasi darat besar-besaran di Rafah.

“Itu adalah pilihan yang harus diambil Israel. Dan kami berharap hal ini tidak terjadi."

Baca Juga: Israel Ngotot Lanjut Serang Rafah untuk Buru Hamas

2. Israel tak pedulikan ancaman AS soal penahanan pengiriman senjata

Biden telah mendesak Israel untuk tidak melanjutkan operasi militernya di Rafah karena khawatir akan memperburuk bencana kemanusiaan di Gaza. Pada Rabu (8/5/2024), dia menegaskan bahwa AS akan menghentikan pengiriman senjata apabila Israel tetap mengirimkan pasukannya ke Rafah.

Namun, ancaman Biden tersebut tidak membuat gentar Israel.

“Jika kami harus berdiri sendiri, maka kami akan berdiri sendiri. Jika perlu, kami akan bertarung dengan kuku kami. Tapi kami punya lebih dari sekedar kuku," kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Kamis.

Juru bicara militer Israel, Daniel Hagari, juga tampaknya meremehkan dampak dari penahanan pengiriman senjata tersebut.

“Tentara memiliki amunisi untuk misi yang direncanakannya, dan juga untuk misi di Rafah–kami memiliki apa yang kami butuhkan,” katanya pada konferensi pers.

Israel telah berulang kali mengancam akan menyerang Rafah, tempat sekitar 1,3 juta warga Palestina mencari perlindungan selama tujuh bulan terakhir. Israel menuding Rafah sebagai benteng terakhir Hamas dan bersikeras bahwa tentara harus masuk ke wilayah itu untuk memberangus kelompok tersebut.

Baca Juga: Rafah Diserang, AS Ancam Setop Suplai Senjata ke Israel

3. Layanan kesehatan mulai runtuh akibat penutupan penyeberangan Rafah

Pasukan Israel masih terus membombardir wilayah Rafah pada Kamis. Warga dan petugas medis mengatakan bahwa sedikitnya tiga orang tewas dan beberapa lainnya terluka akibat serangan Israel di dekat sebuah masjid di lingkungan timur Brazil.

12 orang juga dilapokan tewas setelah serangan udara Israel menghantam dua rumah di lingkungan Sabra. Mereka yang tewas termasuk komandan senior Brigade Al-Mujahidin dan keluarganya, serta keluarga pemimpin kelompok lainnya.

Tank-tank Israel merebut perbatasan Rafah di sisi Gaza pada Selasa (7/5/2024). Hal ini mengakibatkan jalur bantuan terputus dan memaksa 80 ribu orang meninggalkan kota tersebut pekan ini.

Kementerian Kesehatan Gaza pada Kamis mengatakan, penutupan perbatasan Rafah dengan Mesir telah menghambat evakuasi korban luka dan sakit, serta menghalangi masuknya pasokan medis, truk makanan dan bahan bakar yang diperlukan untuk mengoperasikan rumah sakit.

Satu-satunya pusat dialisis ginjal di wilayah Rafah juga telah berhenti beroperasi akibat serangan intensif Israel.

“Seluruh sektor medis telah runtuh,” kata Ali Abu Khurma, seorang ahli bedah Yordania yang menjadi sukarelawan di rumah sakit Al Aqsa di Deir al-Balah.

Kepala bantuan PBB Martin Griffiths melaporkan bahwa tidak ada seorang pun yang diizinkan masuk atau keluar dari Gaza selama tiga hari berturut-turut.

"Warga sipil di Gaza kelaparan dan terbunuh, dan kami dilarang membantu mereka. Inilah Gaza saat ini, bahkan setelah 7 bulan kengerian,” tulis Griffiths di X .

Baca Juga: Hamas Ancam Tak Ada Gencatan Senjata Jika Rafah Diserang

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya