Beban Kerja di Rumah Sakit Korsel Melonjak akibat Pemogokan Dokter

Pemerintah izinkan layanan telemedis di semua rumah sakit

Jakarta, IDN Times - Beban kerja para dokter dan perawat di rumah sakit umum di Seoul, Korea Selatan, melonjak setelah ribuan dokter magang berhenti bekerja selama lima hari berturut-turut pada Sabtu (24/2/2024). Aksi mogok kerja itu sebagai protes terhadap rencana pemerintah untuk menambah jumlah mahasiswa kedokteran.

Hingga Kamis (22/2/2024) malam, sebanyak 8.897 dokter magang dari 94 rumah sakit pelatihan telah mengajukan surat pengunduran diri, dan 7.863 di antaranya telah berhenti bekerja. Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa rumah sakit belum secara resmi menerima pengunduran diri mereka.

Akibat pemogokan tersebut, rumah sakit umum di Seoul terpaksa mengurangi kapasitas operasi hingga 50 persen, dan berusaha mengisi kekosongan tenaga kerja dengan meminta bantuan dokter dalam program fellowship, profesor, dan perawat.

“Jumlah pasien telah menurun, namun beban kerja saya meningkat dua kali lipat,” ujar seorang perawat di Rumah Sakit Universitas Nasional Seoul (SNUH) di pusat kota Seoul kepada Yonhap.

Dia mengatakan bahwa banyak pasien telah keluar dari rumah sakit atau dipindahkan ke rumah sakit lain. Namun, meningkatnya tuntutan dari pasien yang tersisa dan wali mereka telah menyebabkan beban kerja yang jauh lebih berat.

“Para profesor sekarang menangani tiga hingga empat bangsal per orang, dan beban kerja tampaknya lebih berat bagi mereka,” tambahnya.

Baca Juga: Pemerintah Korsel Perintahkan Dokter Magang untuk Hentikan Pemogokan

1. Pemerintah izinkan penggunaan layanan telemedis di semua rumah sakit

Menanggapi situasi ini, pemerintah Korea Selatan telah menaikkan peringatan krisis layanan kesehatan ke tingkat paling serius  pada Jumat (23/2/2024) pagi. Ini adalah pertama kalinya pihak berwenang mengaktifkan protokol tingkat tinggi karena masalah layanan medis.

Pemerintah pun memutuskan untuk meningkatkan penggunaan layanan telemedis di semua rumah sakit sampai pemogokan berakhir. Layanan kesehatan digital ini sebelumnya hanya tersedia di beberapa fasilitas kesehatan dengan peraturan yang ketat.

“Layanan telemedis akan sepenuhnya diizinkan mulai hari ini sampai para dokter mengakhiri tindakan kolektif,” kata Wakil Menteri Kesehatan Kedua Park Min-soo pada konferensi pers.

“Pemerintah untuk sementara akan mencabut semua peraturan mengenai layanan telemedis. Banyak klinik lokal tingkat bawah, yang sebagian besar menangani kasus ringan, diizinkan menyediakan layanan tersebut,” tambahnya.

Selain itu, pemerintah juga berjanji untuk memperpanjang jam operasional semua rumah sakit umum pada hari kerja, dan tetap buka hingga akhir pekan dan hari libur.

2. Pemerintah didesak untuk ambil tindakan segera yang dapat diterima dokter junior

Namun, Asosiasi Medis Korea, sebuah kelompok lobi utama bagi para dokter, mengecam pemerintah karena mengaktifkan protokol manajemen bencana tingkat tertinggi untuk mengatasi masalah yang ada.

Mereka menilai bahwa penggunaan layanan telemedis tidak masuk asal, karena pasien yang sakit parah atau dalam keadaan darurat tidak dapat menggunakan layanan tersebut.

Komite tanggap darurat yang dibentuk oleh para profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Nasional Seoul dan Rumah Sakit Universitas Nasional Seoul memperingatkan bahwa mereka juga akan mengambil tindakan kolektif jika pemerintah gagal mengambil tindakan yang dapat diterima oleh para dokter junior.

“Jika (pemerintah) tidak mengambil langkah maju selama akhir pekan, krisis yang tidak dapat diselesaikan oleh siapa pun akan terjadi,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Jumat.

Baca Juga: Dokter Magang di Korsel Mogok Kerja, Tolak Penambahan Tenaga Medis

3. Pemerintah berencana tambah dua ribu mahasiwa kedokteran tahun depan

Korea Selatan berencana menambah jumlah kuota mahasiswa kedokteran sebanyak dua ribu orang pada tahun ajaran 2025, dan menambah 10 ribu lagi pada 2035. Saat ini, angka penerimaan di sekolah kedokteran berjumlah tiga ribu orang setiap tahunnya.

Pemerintah mengatakan, penambahan jumlah kuota tersebut diperlukan untuk mengatasi kekurangan dokter, terutama di daerah pedesaan dan bidang spesialis seperti bedah berisiko tinggi, pediatri, dan kebidanan.

Pada 2022, populasi Korea Selatan yang berjumlah 52 juta jiwa hanya memiliki 2,6 dokter per seribu orang. Angka ini jauh di bawah rata-rata negara-negara Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), yaitu sebesar 3,7.

Kementerian Kesehatan memperkirakan negara itu akan kekurangan 15 ribu dokter pada 2035, terutama dengan semakin bertambahnya populasi lansia

Namun, para dokter berpendapat bahwa langkah tersebut justru akan membahayakan kualitas pendidikan dan layanan kedokteran. Mereka mendesak pemerintah untuk mencari cara untuk melindungi dokter dari tuntutan hukum dan malpraktik serta menaikkan biaya pengobatan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Di sisi lain, rencana pemerintah itu mendapatkan dukungan dari masyarakat, yang mengeluhkan lamanya waktu tunggu untuk menemui dokter. Langkah tersebut juga semakin meningkatkan minat kawula muda untuk mendaftar di sekolah kedokteran. Pasalnya, dokter termasuk salah satu kelompok yang memiliki bayaran tertinggi di antara semua profesi di Korea Selatan.

Baca Juga: Jumlah Bapak Rumah Tangga Capai Angka Tertinggi di Korsel

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya