Fakta-Fakta Gelombang Eksodus Massal Warga Nagorno-Karabakh

Etnis Armenia khawatir akan ancaman penindasan Azerbaijan

Jakarta, IDN Times - Sejak Minggu (24/9/2023), ribuan etnis Armenia di Nagorno-Karabakh berbondong-bondong menuju Armenia dengan mobil mereka. Eksodus massal ini terjadi setelah Azerbaijan berhasil mengalahkan kelompok separatis yang menguasai wilayah itu pekan lalu.

Dikutip Reuters, pemimpin Nagorno-Karabakh mengatakan bahwa 120 ribu warga Armenia yang tinggal di kawasan itu tidak ingin hidup sebagai bagian dari Azerbaijan karena takut akan ancaman penganiayaan dan pembersihan etnis.

Kelompok separatis Armenia di Karabakh pekan lalu dipaksa menyepakati gencatan senjata setelah operasi militer 24 jam yang dilancarkan militer Azerbaijan. Wilayah pegunungan di Kaukasus Selatan itu diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, namun selama tiga dekade dikuasai oleh pemberontak Armenia.

Berikut beberapa fakta dan perkembangan terkini mengenai eksodus warga Nagorno-Karabah.

Baca Juga: Gudang Bahan Bakar di Nagorno-Karabakh Meledak, 20 Orang Tewas

1. Lebih dari 6.500 orang telah menyeberang ke Armenia

Pemerintah Yerevan pada Senin (25/9/2023) mengatakan bahwa sejauh ini lebih dari 6.500 orang telah menyeberang ke Armenia dari Nagorno-Karabakh. Perdana Menteri Nikol Pashinyan memperkirakan sekitar 120 ribu warga sipil di sana akan menuju Armenia karena khawatir akan ancaman pembersihan etnis.

“Kami menemukan satu liter bensin, kabur dan datang ke sini,” ujarnya Valery Airapetyan, salah seorang warga Nagorno-Karabakh yang melarikan diri dari wilayah tersebut, dikutip Al-Jazeerea.

Azerbaijan sendiri telah menegaskan bahwa pihaknya ingin mengintegrasikan kembali etnis Armenia ke dalam masyarakat Azerbaijan dan melindungi hak-hak mereka di Karabakh. Namun, mayoritas warga di wilayah itu tidak meyakini janji tersebut.

“Sembilan puluh sembilan koma sembilan persen memilih meninggalkan tanah bersejarah kami,” David Babayan, penasihat Samvel Shahramanyan, presiden Republik Artsakh, mengatakan kepada Reuters.

“Nasib masyarakat malang seperti kami akan tercatat dalam sejarah sebagai aib bagi rakyat Armenia dan seluruh peradaban dunia. Mereka yang bertanggung jawab atas nasib kita suatu hari nanti harus mempertanggungjawabkan dosa-dosa mereka di hadapan Tuhan.”

Pihak berwenang di Karabakh mengatakan bahwa semua orang yang kehilangan tempat tinggal akibat operasi militer Azerbaijan dan yang ingin pergi dari wilayah tersebut akan diantar ke Armenia oleh pasukan penjaga perdamaian Rusia.

Pemerintah Armenia pekan lalu mengatakan pihaknya telah menyiapkan tempat penampungan untuk 40 ribu orang dari Karabakh. Beberapa warga Armenia juga mengatakan mereka siap menerima pengungsi ke rumah mereka.

Baca Juga: Warga Nagorno-Karabakh Masih Dibayangi Ketakutan Pembersihan Etnis 

2. Lebih dari 200 orang luka-luka dalam ledakan di pom bensin

Dilansir Associated Press, pada Senin malam, lebih dari 200 orang luka-luka ketika ledakan terjadi di sebuah pom bensin di dekat ibu kota regional Stepanakert. Belum jelas apa penyebab ledakan tersebut. Insiden itu terjadi saat warga sedang mengantri untuk mendapatkan bahan bakar ketika hendak meninggalkan wilayah tersebut.

Ombudsman hak asasi manusia Nagorno-Karabakh, Gegham Stepanyan, mengatakan di media sosial X bahwa mayoritas korban berada dalam kondisi yang parah. Banyak dari mereka perlu diterbangkan keluar wilayah tersebut untuk mendapatkan perawatan medis guna menyelamatkan nyawa mereka. Belum jelas apakah ada korban jiwa.

Pada Senin, Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan bahwa dua tentaranya tewas sehari sebelumnya, ketika sebuah truk militer menabrak ranjau darat. Pihaknya tidak menyebutkan lokasi di mana ledakan terjadi.

3. Rusia disebut gagal menjamin keamanan etnis Armenia di Karabakh

Pashinyan, pada Minggu, menuding Rusia telah gagal dalam menjamin keamanan di Nagorno-Karabakh. Ia mengatakan jika 120 ribu orang menyusuri koridor Lachin ke Armenia, maka negara kecil di Kaukasus Selatan itu bisa menghadapi krisis kemanusiaan dan politik.

Rusia telah bertindak sebagai penjamin perjanjian perdamaian sejak perang 44 hari di Karabakh tiga tahun lalu. Namun banyak orang Armenia menilai Moskow gagal melindungi wilayah tersebut.

“Tanggung jawab atas perkembangan peristiwa seperti itu sepenuhnya berada pada Azerbaijan, yang mengadopsi kebijakan pembersihan etnis, dan pada kontingen penjaga perdamaian Rusia di Nagorno-Karabakh."

Sebaliknya, pejabat Rusia justru menyalahkan Pashinyan atas krisis yang terjadi. Pihaknya menuding pemimpin Armenia tersebut bersikeras untuk berusaha bekerja sama dengan Barat alih-alih bekerja sama dengan Moskow dan Baku untuk perdamaian.

Selain itu, Moskow juga mengatakan bahwa pasukannya tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan intervensi, terutama setelah pengakuan Pashinyan atas Nagorno-Karabakh sebagai bagian dari Azerbaijan.

“Kami dengan tegas menentang upaya untuk menyalahkan pihak Rusia, terutama pasukan penjaga perdamaian Rusia, yang telah menunjukkan kepahlawanan sejati,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov.

4. Pashinyan sebut ada upaya besar untuk melakukan kudeta terhadapnya

Sementara itu, lebih dari 140 orang telah ditangkap di Yerevan pada Senin menyusul protes anti-pemerintah terbaru. Kantor berita Tass mengatakan pasukan khusus menahan demonstran yang memblokir jalan di Yerevan.

Protes pertama kali terjadi pekan lalu ketika dimulainya operasi militer Azerbaijan di Nagorno-Karabakh. Banyak masyarakat merasa tidak puas dengan bagaimana pemerintah menangani krisis di wilayah tersebut. Pashinyan dituduh memberikan terlalu banyak konsesi kepada Azerbaijan dan ada seruan agar dia mengundurkan diri.

Pashinyan sendiri mengatakan ada beberapa kekuatan tak dikenal yang berusaha memicu kudeta terhadapnya. Ia juga menuding media Rusia terlibat dalam perang informasi melawannya.

“Beberapa mitra kami semakin melakukan upaya untuk mengungkap kerentanan keamanan kami, yang tidak hanya membahayakan eksternal kami, tetapi juga keamanan dan stabilitas internal kami, sekaligus melanggar semua norma etiket dan kebenaran dalam hubungan diplomatik dan antarnegara, termasuk kewajiban yang ditanggung berdasarkan perjanjian," kata Pashinyan pada Minggu.

“Dalam konteks ini, perlu dilakukan transformasi, melengkapi dan memperkaya instrumen keamanan eksternal dan internal Republik Armenia."

5. Sejarah konflik di Nagorno-Karabakh

Nagorno-Karabakh terletak di wilayah yang berada di bawah kendali Persia, Turki, Rusia, Ottoman, dan Soviet selama berabad-abad. Setelah jatuhnya Kekaisaran Rusia pada 1917, wilayah tersebut diklaim oleh Azerbaijan dan Armenia. Pada masa Soviet, wilayah ini ditetapkan sebagai wilayah otonom di Azerbaijan.

Ketika Uni Soviet runtuh, orang-orang Armenia di wilayah tersebut menggulingkan kendali Azerbaijan dalam Perang Karabakh Pertama yang berlangsung dari 1988 hingga 1994. Pertempuran itu mengakibatkan sekitar 30 ribu orang tewas dan lebih dari 1 juta lainnya, sebagian besar warga Azerbaijan, mengungsi.

Pada 2020, Azerbaijan memenangkan Perang Karabakh Kedua yang berlangsung selama 44 hari. Perang itu berakhir dengan kesepakatan damai yang ditengahi Rusia.

Pada 19 September lalu, Azerbaijan kembali melancarkan operasi militer di wilayah tersebut untuk mengusir kelompok separatis Armenia. Pertempuran itu berakhir dalam 24 jam setelah pemerintah separatis bersedia menyepakati gencatan senjata dan memenuhi tuntutan Baku.

Pemerintah Yerevan mengatakan lebih dari 200 orang tewas dan 400 lainnya luka-luka dalam operasi militer tersebut.

Baca Juga: 5 Fakta Kunjungan Erdogan Azerbaijan, Pipa Gas hingga Nagorno-Karabakh

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya