Kebakaran Xinjiang Picu Aksi Protes Besar-besaran di China

Protokol COVID diduga jadi penyebab jatuhnya korban

Jakarta, IDN Times - Kebakaran gedung yang menewaskan 10 orang di ibukota Provinsi Xinjiang, Urumqi, di China Barat pada Kamis malam (24/11/2022), menyulut amarah warga terhadap pemerintah yang menerapkan kebijakan lockdown COVID-19 berkepanjangan.

Dalam video yang beredar di media sosial China, massa turun ke jalan pada Jumat malam (25/11/2022). Mereka meneriakkan "Akhiri lockdown!" sambil mengacungkan tinju ke udara.

Video tersebut juga memperlihatkan orang-orang di alun-alun menyanyikan lagu kebangsaan China dengan lirik, "Bangkitlah, mereka yang menolak menjadi budak!" sementara yang lain berteriak meminta pembebasan dari lockdown.

Kota Urumqi termasuk daerah yang menghadapi lockdown terpanjang di negara tersebut dimana masyarakatnya dilarang meninggalkan rumah selama 100 hari. 

1. Korban kebakaran diduga tidak bisa meloloskan diri karena gedung terkunci

Melansir dari Reuters, viralnya insiden kebakaran yang terjadi di Urumqi pada Kamis lalu memancing kemarahan publik. Pengguna internet menduga bahwa para penghuni gedung tidak dapat melarikan diri tepat waktu lantaran sebagian gedungnya terkunci.

"Kebakaran Urumqi membuat semua orang di negara ini kesal," kata Sean Li yang merupakan warga Beijing.

Dalam konferensi pers pada Sabtu dini hari, pejabat Urumqi menyangkal bahwa aturan  COVID telah menghambat penyelamatan korban, namun mengatakan akan melakukan investigasi lebih lanjut.

Salah seorang pejabat lainnya mengklaim para korban kemungkinan bisa lolos lebih cepat jika benar-benar memahami prosedur keamanan.

Baca Juga: [UPDATE] Kasus COVID-19 Dunia Masih Bertambah, Jepang Terbanyak

2. Ahli sesalkan komentar pejabat yang terkesan menyalahkan korban

Kebakaran Xinjiang Picu Aksi Protes Besar-besaran di Chinailustrasi memadamkan kebakaran (unsplash.com/Jay Heike)

Dali Yang, ilmuwan politik di Universitas Chicago mengatakan, komentar pihak berwenang tentang penghuni gedung yang seharusnya dapat melarikan diri dari peristiwa naas tersebut dapat dianggap sebagai playing victim yang dapat memicu kemarahan publik lebih lanjut.

"Selama dua tahun pertama COVID, masyarakat mempercayai pemerintah untuk membuat keputusan terbaik agar mereka aman dari virus. Sekarang, orang-orang makin mengajukan pertanyaan yang sulit dan waspada untuk mengikuti perintah," kata Yang.

3. Jumlah kasus COVID-19 di China terus meningkat

Kebakaran Xinjiang Picu Aksi Protes Besar-besaran di Chinailustrasi jumlah kasus COVID-19 (unsplash.com/Martin Sanchez)

Kasus COVID-19 terus meningkat di China. Pada hari Jumat, negara tersebut mencatat rekor 34,909 kasus harian. Lonjakan itu bahkan mengakibatkan pusat komersial Shanghai di-lockdown selama dua bulan.

Terlepas dari banyaknya penolakan publik dan kondisi ekonomi yang makin sulit, China tetap mendukung kebijakan "zero-COVID" dari Presiden Xi Jinping sebagai langkah yang diperlukan untuk melindungi warganya dan juga demi mencegah banjirnya penggunaan layanan medis.

Baca Juga: Jokowi Bantah Konflik China-AS Meluas ke Laut China Selatan

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya