Kekerasan Meningkat, AS Minta Warganya Segera Tinggalkan Haiti

Pemerintah Haiti telah umumkan keadaan darurat

Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat (AS) mengimbau warganya untuk meninggalkan Haiti sesegera mungkin setelah kekerasan meningkat pada akhir pekan, yang menyebabkan ribuan narapidana lolos akibat pembobolan penjara.

AS mengatakan bahwa kedutaannya akan menawarkan operasi terbatas pada Senin (4/3/2024), sementara Kanada akan menutup kedutaannya untuk sementara.

1. Sebanyak 3.700 narapidana telah melarikan diri

Pemerintah Haiti pada Minggu (3/3/2024) malam mengumumkan keadaan darurat selama 72 jam kedepan dan menerapkan jam malam usai kelompok bersenjata menyerbu penjara besar di Port-au-Prince sehari sebelumnya. Sedikitnya 12 orang tewas dan sekitar 3.700 narapidana melarikan diri dalam pembobolan tersebut.

Menurut laporan Reuters, pintu penjara masih terbuka dan tidak ada tanda-tanda petugas polisi di Lembaga Pemasyarakatan Nasional pada Minggu. Tiga narapidana yang mencoba melarikan diri tergeletak tewas di halaman.

Seorang pekerja sukarelawan di penjara itu mengatakan bahwa 99 tahanan, termasuk para mantan tentara Kolombia yang diduga terlibat dalam pembunuhan Presiden Jovenel Moise pada 2021, memilih untuk tetap berada di sel mereka karena takut terbunuh dalam baku tembak.

Selain penjara di ibu kota, geng-geng juga menyerbu penjara di dekat Croix des Bouquets pada akhir pekan.

Baca Juga: Geng Kriminal Haiti Jebol Penjara, 4 Ribu Narapidana Kabur 

2. 15 ribu orang telah mengungsi akibat gelombang kekerasan

Lonjakan kekerasan terjadi pada Kamis (29/2/2024), ketika Perdana Menteri Ariel Henry melakukan perjalanan ke Nairobi, untuk membahas pengiriman pasukan keamanan multinasional pimpinan Kenya ke Haiti.

Pemimpin geng Jimmy Chérizier, yang dijuluki Barbekyu, mengumumkan serangan terkoordinasi untuk menyingkirkannya.

“Kita semua, kelompok bersenjata di kota-kota provinsi dan kelompok bersenjata di ibu kota, bersatu hari ini. Tujuan pertama dari perjuangan kami adalah untuk memastikan bahwa pemerintahan Ariel Henry tidak berkuasa dengan cara apapun," kata mantan petugas polisi, yang diduga berada di balik beberapa pembantaian di Port-au-Prince.

Kelompok bersenjata dilaporkan telah menguasai sekitar 80 persen wilayah ibu kota.

Menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) PBB, hampir 15 ribu orang telah meninggalkan rumah mereka dalam beberapa hari terakhir akibat kerusuhan tersebut. 

3. PM Henry dituding ingin tetap berkuasa selama mungkin

Meskipun Haiti telah dilanda permasalahan geng selama bertahun-tahun, namun kekerasan semakin meningkat sejak pembunuhan Presiden Moise. Hingga kini, belum ada yang menggantikan jabatannya.

Berdasarkan kesepakatan politik, Henry dijadwalkan mundur pada 7 Februari. Namun, pemilu yang direncanakan tidak kunjung digelar dan dia pun tetap menjabat. Henry mengatakan bahwa keamanan harus terlebih dahulu dibangun untuk menjamin pemilu yang bebas dan adil.

Claude Joseph, ketua partai oposisi bernama Mereka yang Berkomitmen pada Pembangunan, mengatakan bahwa Haiti sedang mengalami mimpi buruk dan Perdana Menteri Henry ingin tetap berkuasa selama mungkin.

“Dia setuju untuk mundur pada tanggal 7 Februari. Kini dia memutuskan untuk tetap menjabat, terlepas dari kenyataan bahwa ada protes besar-besaran di seluruh negeri yang meminta dia untuk mundur, namun sangat disayangkan bahwa sekarang para penjahat tersebut menggunakan cara-cara kekerasan untuk memaksanya mundur," kata Joseph, dikutip BBC.

Baca Juga: Deklarasi Perang! Geng Haiti Bersumpah Gulingkan Perdana Menteri

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya