Krisis Makanan, Anak-anak di Gaza Alami Kekurangan Gizi Parah

Israel dituduh hambat bantuan ke Gaza

Jakarta, IDN Times - Seorang anak perempuan berusia dua setengah tahun di Jalur Gaza memiliki lengan yang kecil dan kulit yang mengendur. Berat badannya turun dari 11 kg sebelum konflik, sekarang menjadi hanya 7 kg.

Dilansir Reuters, Hana Tabash mengatakan bahwa putrinya telah mengalami kekurangan gizi bahkan sebelum perang dimulai. Namun, berat badannya semakin menurun ketika keluarga mereka mengungsi di Rafah.

“Saya dulu memberinya perawatan medis dan suplemen tetapi dengan situasi saat ini saya tidak dapat menemukan solusi untuknya,” kata Tabash, seraya menambahkan bahwa putrinya juga mengalami keterlambatan perkembangan.

1. Lima persen balita di Gaza alami kekurangan gizi akut

Kantor kemanusiaan PBB, OCHA, pekan lalu mengatakan bahwa 5 persen balita di wilayah Gaza kini mengalami kekurangan gizi akut.

Muhammad Abu Sultan, salah seorang dokter dari Tim Medglobal yang bekerja dengan badan anak-anak PBB UNICEF, mengatakan bahwa kondisi kesehatan yang buruk dan kurangnya makanan yang memadai menyebabkan meluasnya kekurangan gizi.

Badan-badan bantuan menuduh Israel menghambat pengiriman bantuan ke Gaza dan mengatakan bahwa militer telah menghalangi distribusi di wilayah selatan sekitar Rafah. Krisis kelaparan ini diyakini jauh lebih buruk di wilayah utara yang sulit dijangkau.

Israel membantah adanya pembatasan bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza, dan menganggap masalah tersebut berasal dari kapasitas distribusi PBB.

Baca Juga: Kanada, Australia, dan Selandia Baru Desak Gencatan Senjata di Gaza 

2. Sekitar 10 ribu anak berisiko alami kekurangan gizi

Kepala komunikasi regional UNICEF yang berbasis di Yordania, Ammar Ammar, memperingatkan bahwa sedikitnya 10 ribu anak di Gaza akan berisiko mengalami kekurangan gizi dalam beberapa pekan mendatang. Kondisi ini semakin diperburuk oleh minimnya air minum bersih.

“Ada juga dampak langsung dalam hal perkembangan fisik, kemampuan kognitif, kinerja sekolah, dan produktivitas di kemudian hari, dari kekurangan gizi yang mereka derita saat ini," tambah Ammar.

Konflik di Gaza dimulai pada 7 Oktober ketika pejuang Hamas menyerbu pertahanan perbatasan di Israel selatan, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 253 lainnya, menurut penghitungan Israel.

Israel kemudian melancarkan serangan udara dan darat di Gaza dengan tujuan membasmi Hamas. Otoritas kesehatan di Gaza mengatakan bahwa lebih dari 28.500 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, terbunuh dalam serangan tersebut.

3. Netanyahu bersikeras terus gempur Rafah

Tekanan internasional terhadap Israel untuk menghentikan pertempuran semakin meningkat. Pada Rabu (14/2/2024), Presiden Prancis Emmanuel Macron menelepon Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk memintanya menghentikan operasi militer di Gaza akibat tingginya korban jiwa.

Namun, Netanyahu bersikeras bahwa pasukannya akan terus maju ke kota Rafah, yang telah dibombardir. Sekitar 1,4 juta warga Palestina berlindung di wilayah tersebut.

“Kami akan berjuang sampai kemenangan penuh dan ini termasuk tindakan yang kuat juga di Rafah setelah kami mengizinkan penduduk sipil meninggalkan zona pertempuran,” katanya.

Perdana Menteri Australia, Kanada dan Selandia Baru juga telah mengeluarkan pernyataan bersama yang menyatakan keprihatinan mereka, dan menyebut operasi militer di Rafah akan menjadi bencana besar.

Baca Juga: Israel Perintahkan Evakuasi Rumah Sakit Terbesar di Gaza Selatan

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya