Mali Bunuh Komandan ISIS Penyerang Pasukan AS
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Seorang komandan senior ISIS yang buron atas kematian pasukan Amerika Serikat (AS) di Niger telah terbunuh dalam operasi yang dilakukan oleh militer Mali.
Abu Huzeifa, atau yang dikenal sebagai Higgo, telah dikaitkan dengan beberapa serangan besar-besaran di wilayah Sahel, termasuk serangan pada 2017, yang membunuh empat tentara Amerika dan empat tentara Niger.
Departemen Luar Negeri AS bahkan mengumumkan akan memberi hadiah sebesar lima juta dolar AS (sekitar Rp81 miliar) bagi siapa pun yang punya informasi tentangnya.
Baca Juga: Rusia Minta Ukraina Ekstradisi Kepala SBU soal Teroris ISIS
1. Huzeifa dibunuh dalam operasi keamanan di utara Mali
Huzeifa dilaporkan terbunuh dalam sebuah operasi di wilayah utara Mali pada Minggu (28/4/2024). Moussa Ag Acharatoumane, pemimpin kelompok bersenjata Tuareg yang bersekutu dengan pemerintah, mengatakan bahwa pasukannya ikut serta dalam operasi tersebut.
“Identifikasi dan petunjuk yang dikumpulkan mengkonfirmasi kematian Abu Huzeifa alias Higgo, seorang teroris asing yang sangat terkenal,” kata militer Mali dalam sebuah pernyataan pada Senin (29/4/2024) malam.
2. Dikhawatirkan muncul pemimpin lain dengan kebrutalan serupa
Editor’s picks
Mali telah mengalami dua kudeta sejak 2020, ketika gelombang ketidakstabilan politik melanda Afrika Barat dan Tengah. Selama lebih dari satu dekade, negara ini telah memerangi pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok jihad yang terkait dengan al-Qaeda dan ISIS
Kolonel Assimi Goita, yang mengambil alih kekuasaan pasca kudeta kedua pada 2021, telah berjanji untuk mengakhiri pemberontakan. Pemerintahannya telah memutuskan hubungan militer dengan Prancis di tengah meningkatnya rasa frustrasi terhadap kurangnya kemajuan dalam bantuan keamanan. Sebagai gantinya, mereka beralih ke tentara bayaran Rusia dari kelompok Wagner.
"Pembunuhan komandan kelompok ISIS pada akhir pekan bisa berarti berkurangnya kekerasan terhadap warga sipil di wilayah tersebut, namun ancamannya tetap tinggi karena pasti ada pemimpin dengan kebrutalan serupa yang siap mengambil alih dan membuktikan diri,” kata Rida Lyammouri dari Policy Center for the New South, sebuah wadah pemikir yang berbasis di Maroko, dikutip Associated Press.
Baca Juga: Junta Militer Mali Tangguhkan Seluruh Aktivitas Partai Politik
3. Kekerasan dinilai makin memburuk di bawah rezim saat ini
Mali telah membentuk aliansi keamanan dengan Niger dan Burkina Faso, yang juga memerangi pemberontakan mengalami kudeta dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun militer berjanji untuk mengakhiri pemberontakan setelah menggulingkan pemerintahan terpilih mereka, para analis konflik mengatakan bahwa kekerasan malah memburuk di bawah rezim mereka.
Mali, Niger dan Burkina Faso berbagi perbatasan di wilayah Sahel yang dilanda konflik. Adapun pasukan keamanan mereka telah kewalahan dalam memerangi kekerasan jihadis.
Baca Juga: Irak Pulangkan 700 Lebih Warga Terkait ISIS dari Kamp Suriah
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.