Pengadilan Jepang Tolak Pembatasan Toilet Perempuan bagi Transgender

Gugatan muncul dari seorang pegawai transgender

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Agung Jepang memutuskan untuk menentang pembatasan penggunaan toilet perempuan bagi pegawai transgender di lingkungan Kementerian Perdagangan. Pengadilan menilai hal tersebut tidak dapat diterima.

"Kita perlu memberikan pemikiran serius tentang bagaimana berhubungan dengan minoritas seperti penyandang disabilitas atau kaum gay, dan tidak secara abstrak," kata pejabat dalam konferensi pers, dikutip dari The Mainichi.

"Keputusannya tentang transgender, tapi saya percaya itu bisa diterapkan pada kasus lain tentang diskriminasi," tambahnya.

Adapun keputusan itu merupakan yang pertama oleh pengadilan tentang lingkungan tempat kerja bagi minoritas seksual.

Baca Juga: Skotlandia Akan Tinjau Kebijakan Sel Tahanan Transgender

1. Pegawai transgender gugat tempat kerjanya usai dilarang gunakan toilet perempuan

Seorang pegawai transgender di lingkungan Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri mengajukan gugatan setelah dirinya hanya diperbolehkan menggunakan toilet perempuan yang terletak beberapa lantai dari kantornya, bukannya yang lebih dekat. Pegawai yang terlahir sebagai laki-laki itu telah memutuskan hidup sebagai perempuan usai didiagnosis menderita disforia gender

Pada 2019, Pengadilan Distrik Tokyo memutuskan bahwa pembatasan itu melanggar hukum, namun keputusan tersebut dibatalkan pada tahun 2021 oleh Pengadilan Tinggi Tokyo.

Di Jepang, orang-orang transgender hanya dapat secara legal mengubah jenis kelamin mereka di daftar keluarga apabila telah melakukan operasi penggantian kelamin. Sementara itu, pegawai perempuan transgender tersebut tidak menjalani prosedur itu lantaran alasan kesehatan.

"Kami akan dengan hati-hati memeriksa keputusan tersebut dan mengambil tindakan yang tepat setelah berkonsultasi dengan kementerian dan lembaga terkait," kata kementerian tersebut dalam sebuah pernyataan, seraya menambahkan bahwa pihaknya akan terus berupaya untuk menghormati keragaman stafnya, dikutip dari Reuters.

Baca Juga: Hujan Deras Guyur Jepang Sebabkan 5 Orang Tewas

2. Jepang mulai keluarkan kebijakan pro-LGBT

Dalam lima kasus pengadilan lokal tentang pernikahan sesama jenis di Jepang selama dua tahun terakhir, empat pengadilan telah memutuskan bahwa larangan terkait hal itu tidak konstitusional.

Pada 16 Juni, Jepang juga memberlakukan undang-undang untuk mempromosikan pemahaman tentang komunitas LGBT usai perdebatan sengit antara partai yang berkuasa dan oposisi.

Meski tidak memiliki undang-undang yang melarang diskriminasi terhadap individu LGBT, negara ini masih tidak secara hukum mengakui pernikahan sesama jenis atau serikat sipil. Namun baru-baru ini, beberapa pengadilan daerah telah menyambut positif soal isu pernikahan sesama jenis.

Baca Juga: Jepang Akan Buang Limbah Nuklir, Korut: Berdampak Buruk untuk Ekologis

3. Menciptakan tembok dalam partisipasi sosial

Menurut Yuko Higashi, profesor studi gender di Universitas Metropolitan Osaka, putusan Selasa itu mengungkapkan kurangnya pemahaman kementerian tentang betapa sulitnya bagi minoritas untuk menyuarakan suara mereka dalam sebuah organisasi.

Hal itu juga bisa memengaruhi perusahaan dan sekolah dalam hal penggunaan toilet bagi transgender, tambahnya.

Maki Muraki, kepala organisasi nirlaba yang mendukung minoritas seksual, mengatakan bahwa membatasi orang transgender untuk menggunakan kamar kecil berdasarkan identitas gender mereka adalah masalah tentang martabat dan menciptakan tembok dalam partisipasi sosial.

"Putusan itu memperlakukan hak minoritas seksual sama dengan mayoritas," kata Muraki.

Baca Juga: Novel Diary of A Void, Potret Ketimpangan Gender di Jepang

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya