Portugal Tolak Bayar Ganti Rugi atas Perbudakan dan Kejahatan Kolonial

Hal ini bertentangan dengan usulan Presiden Rebelo de Sousa

Jakarta, IDN Times - Portugal, pada Sabtu (27/4/2024), mengatakan bahwa mereka tidak berencana membayar ganti rugi atau reparasi atas kekejaman yang dilakukan bangsanya selama perbudakan transatlantik dan era kolonial.

Pernyataan ini bertentangan dengan komentar sebelumnya dari Presiden Marcelo Rebelo de Sousa. Ia mengatakan bahwa Lisbon dapat menggunakan beberapa cara untuk membayar reparasi, seperti menghapus utang negara-negara bekas jajahannya.

1. Pemerintah sebut Portugal pelihara hubungan baik dengan bekas jajahannya

Dilansir Reuters, pemerintah Portugal mengatakan bahwa mereka berupaya untuk memperdalam hubungan timbal balik, menghormati kebenaran sejarah, dan meningkatkan kerja sama yang erat berdasarkan rekonsiliasi.

Namun, pihaknya menekankan bahwa mereka belum meluncurkan proses atau program tindakan khusus apa pun untuk membayar reparasi. Kebijakan saat ini disebut tetap mengikuti pola yang serupa dengan kebijakan pemerintahan sebelumnya.

Pemerintah menambahkan bahwa Portugal memelihara hubungan yang sangat baik dengan bekas jajahannya, termasuk lewat kerja sama keuangan dan ekonomi.

Baca Juga: Portugal Harus Bayar Ganti Rugi atas Perbudakan dan Kejahatan Kolonial

2. Presiden Portugal sebut pemerintah harus bertanggung jawab atas tindakan masa lalu

Pada Selasa (23/4/2024), Rebelo de Sousa menyarankan perlunya upaya untuk membayar biaya reparasi, yang kemudian memicu kritik keras dari partai-partai sayap kanan.

“Kita tidak bisa menyembunyikan hal ini. Kita punya kewajiban untuk melakukan uji coba, memimpin proses (reparasi) ini,” katanya kepada wartawan pada Sabtu.

Menurutnya, Portugal dapat membayar reparasi dengan membatalkan utang negara-negara bekas jajahannya, mengembangkan program kerja sama khusus, atau memberikan pembiayaan.

Dia menegaskan bahwa negaranya harus mengambil tanggung jawab atas apa yang terjadi di masa lalu dan menerima konsekuensinya.

3. Sekitar 6 juta orang Afrika diangkut paksa dengan kapal dan dijual sebagai budak

Dari abad ke-15 hingga ke-19, sebanyak 6 juta orang Afrika diculik dan diangkut secara paksa melintasi Samudera Atlantik dengan kapal Portugis dan dijual sebagai budak. Sebagian besar dari mereka dipekerjakan di perkebunan di Brasil.

Dekolonisasi negara-negara Afrika dan berakhirnya kekuasaan Portugis di wilayah tersebut baru terjadi beberapa bulan setelah "Revolusi Bunga" Portugal pada 25 April 1974, yang menggulingkan kediktatoran fasis terpanjang di Eropa dan mengantarkan demokrasi.

Pada 2021, Komisioner Hak Asasi Manusia Dewan Eropa mengatakan bahwa Lisbon harus berbuat lebih banyak untuk menghadapi masa lalu kolonial dan peran mereka dalam perdagangan budak transatlantik. Hal ini disebut penting sebagai cara untuk memerangi rasisme dan diskriminasi yang kini terjadi di negara tersebut.

Baca Juga: WN Portugal Selundupkan Kokain Cair dalam Botol Sampo

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya