Taliban Larang Salon Kecantikan di Afghanistan

Salon di seluruh negeri diberi tenggang waktu 1 bulan

Jakarta, IDN Times - Juru bicara Kementerian Pencegahan Kejahatan dan Penyebaran Kebajikan Afghanistan, Mohammad Sidik Akif Mahajar, mengonfirmasi bahwa Taliban melarang salon kecantikan beroperasi di negaranya.

Aturan itu menjadi pengekangan terbaru atas hak dan kebebasan wanita serta anak perempuan Afghanistan. Sebelumnya, Taliban telah mengeluarkan dekrit yang melarang aktivitas perempuan di ranah pendidikan dan pekerjaan. 

Menurut surat bertanggal 24 Juni yang berisi perintah lisan dari pemimpin tertinggi Hibatullah Akhundzada, larangan tersebut akan diberlakukan di ibu kota, Kabul, dan semua provinsi di Afghanistan.

Semua salon di seluruh negeri diberikan waktu satu bulan untuk menghentikan bisnis mereka. Setelah itu, para pemilik harus menutup toko dan menyerahkan laporan tentang penutupan tersebut.

1. Kembali menuai kecaman internasional

Putusan terbaru datang hanya beberapa hari setelah Akhundzada mengklaim bahwa pemerintahnya telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki kehidupan perempuan di Afghanistan.

Peraturan itu pun menuai kecaman dari pembela hak asasi manusia dan perempuan di seluruh negeri.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada Selasa (4/7/2023), mengaku telah mendorong Afghanistan untuk mencabut larangan operasi salon kecantikan. Misi PBB di Afghanistan (UNAMA) turut mendesak Taliban untuk membatalkan dekrit tersebut.

“Pembatasan baru terhadap hak-hak perempuan ini akan berdampak negatif pada ekonomi dan bertentangan dengan dukungan yang dinyatakan untuk kewirausahaan perempuan,” kata UNAMA melalui Twitter.

Baca Juga: Pemimpin Taliban Klaim Perempuan Hidup Sejahtera di Afghanistan

2. Keluhan pemilik salon

Melansir Associated Press, salah seorang pemilik salon kecantikan di Afghanistan mengatakan, dia merupakan satu-satunya pencari nafkah di keluarganya setelah suaminya meninggal dunia dalam serangan bom mobil pada 2017. Ia khawatir penutupan tersebut berdampak pada masa depannya.

Pemilik salon, yang memilih untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan sekitar delapan hingga 12 wanita mengunjungi salonnya di Kabul setiap hari.

"Hari demi hari mereka (Taliban) memaksakan pembatasan pada perempuan. Mengapa mereka hanya menargetkan wanita? Bukankah kami manusia? Bukankah kami berhak untuk bekerja atau hidup?" keluhnya.

3. Tidak komitmen dengan janji awal pemerintahan

Meski awalnya menjanjikan pemerintahan yang lebih moderat dibandingkan masa kekuasaan sebelumnya pada 1990-an, Taliban nyatanya memberlakukan tindakan keras sejak merebut Afghanistan pada Agustus 2021.

Kelompok itu telah melarang perempuan dari ruang publik, seperti taman dan pusat kebugaran, dan menindak kebebasan media. Langkah-langkah tersebut menuai banyak kecaman dari internasional, meningkatkan isolasi negara dan memperburuk krisis kemanusiaan.

Bulan lalu, pakar HAM PBB di Afghanistan mendesak negara-negara di dunia untuk menjadikan apartheid gender sebagai kejahatan internasional, demi meminta pertanggungjawaban Taliban atas pelanggaran berat dan sistematisnya terhadap perempuan Afghanistan.

Baca Juga: Ahli PBB: Apartheid Gender Afghanistan Adalah Kejahatan Internasional

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya