Van de Perre mengungkapkan bahwa situasi di Goma saat ini masih tidak stabil setelah kota itu direbut oleh pemberontak. Pemerintah DRC belum mengonfirmasi pengambilalihan Goma oleh pemberontak, namun mengakui kehadiran mereka di sana.
“Kami masih berada di bawah pendudukan (di Goma). Situasinya masih sangat fluktuatif dengan risiko eskalasi yang terus-menerus. Semua rute keluar dari Goma berada di bawah kendali mereka dan bandara, juga di bawah kendali M23, ditutup hingga pemberitahuan lebih lanjut," ujarnya, seraya menambahkan bahwa eskalasi kekerasan di kota tersebut telah menyebabkan pengungsian massal sekaligus meningkatkan krisis kemanusiaan.
Dilansir dari Anadolu, para pakar hak asasi manusia PBB, pada Kamis (6/2/2025), melaporkan bahwa sedikitnya 700 ribu orang di Goma dan sekitarnya terpaksa mengungsi sejak awal Januari. Mereka juga mengecam laporan tentang serangan tanpa pandang bulu, pembunuhan, kekerasan seksual, wajib militer paksa, dan penangkapan sewenang-wenang terhadap pengungsi.
“Meskipun ada gencatan senjata sepihak baru-baru ini, para pengungsi tidak memiliki tempat berlindung yang aman karena krisis kemanusiaan di Kongo bagian timur mengalami perubahan yang sangat mengkhawatirkan,” kata mereka dalam sebuah pernyataan, seraya mendesak komunitas internasional untuk melakukan intervensi segera.