Pemberontak M23 di Kongo Umumkan Gencatan Senjata Sepihak

Jakarta, IDN Times – Pemberontak M23 di Kongo mengumumkan gencatan senjata sepihak karena alasan kemanusiaan pada Senin (3/2/2025). Gencatan senjata dimulai pada Selasa.
Pengumuman itu muncul tak lama setelah badan kesehatan PBB mengatakan sedikitnya 900 orang tewas dalam pertempuran minggu lalu di Goma antara pemberontak dan pasukan Kongo.
Para pemberontak kemudian dilaporkan maju ke ibu kota provinsi lainnya, Bukavu, sambil bersumpah untuk melanjutkan serangan ke ibu kota Kongo, Kinshasa, yang jaraknya hampir 2 ribu kilometer.
"Harus diperjelas bahwa kami tidak berniat merebut Bukavu atau wilayah lainnya. Namun, kami tegaskan kembali komitmen kami untuk melindungi dan mempertahankan penduduk sipil dan posisi kami," kata juru bicara pemberontak M23 Lawrence Kanyuka, dikutip Le Monde.
1. Gencatan senjata jelang pertemuan puncak blok regional
Dilansir TRT World, pemberontak juga mengutuk angkatan bersenjata Kongo atas penggunaan pesawat militer secara terus-menerus di bandara Kavumu. Tempat itu diduga menjadi lokasi pembuatan bom yang menewaskan rekan senegaranya.
Belum ada komentar langsung dari pemerintah Kongo. Pengumuman itu disampaikan menjelang pertemuan puncak gabungan minggu ini oleh blok regional Afrika selatan dan timur. Presiden Kenya, William Ruto, mengatakan pada Senin bahwa presiden Kongo dan Rwanda akan hadir.
Pemberontak M23 didukung oleh sekitar 4 ribu tentara dari negara tetangga Rwanda, menurut para ahli PBB. Angka ini jauh lebih banyak dibandingkan pada 2012 ketika mereka pertama kali merebut Goma sebentar dan kemudian mundur setelah mendapat tekanan internasional.
Mereka adalah kelompok paling kuat di antara lebih dari 100 kelompok bersenjata yang bersaing untuk menguasai wilayah timur Kongo. Wilayah itu menyimpan cadangan besar yang penting bagi sebagian besar teknologi dunia.
2. M23 dapat tekanan dari beberapa pihak
M23 berdalih bahwa gencatan senjata sepihak yang diumumkan setelah adanya seruan untuk koridor aman bantuan dan ratusan ribu orang mengungsi. Terlepas dari itu, tampaknya kelompok tersebut mendapatkan tekanan dari sejumlah pihak.
Meteri Luar Negeri (Menlu) Prancis, Jean-Noel Barrot, mengunjungi Kinshasa pada Kamis. Kepada pemerintah Kongo, pihaknya menyatakan dukungan yang besar. Masalah ini juga telah dibahas di PBB setelah serbuan M23 ke Kongo yang menewaskan beberapa pasukan penjaga perdamaian.
"Kongo mengharapkan sedikit tindakan lebih dalam menghadapi krisis ini," kata Barrot, dilansir VOA.
Presiden AS, Donald Trump, juga merespons aksi yang terjadi di Kongo. Ia menggambarkan konflik tersebut sebagai masalah yang sangat serius namun enggan untuk berkomentar lebih lanjut.
Seorang juru bicara PBB juga merasa terganggu dengan aksi M23. Dikutip Anadolu Agency, 20 orang pasukan Penjaga Perdamaian tewas dalam insiden perebutan Goma pekan lalu. Tindakan ini membuat sejumlah negara menyerukan penarikan M23 dari Kongo.
3. Kota Goma kini lumpuh dan banyak warga mengungsi
Sejak pengambilalihan pekan lalu, Goma masih dalam kondisi yang kritis. Sebagian besar wilayah tak dialiri listrik dan air. Mayat-mayat juga masih berserakan di jalanan.
Pemberontak M23 mengawal sekitar 2 ribu tentara pemerintah dan polisi yang ditangkap setelah pengambilalihan ke lokasi yang dirahasiakan. Beberapa dari mereka menyanyikan lagu-lagu anti-Tshisekedi.
Koordinator Kemanusiaan PBB di Kongo mengatakan layanan dasar sebagian besar lumpuh di Goma.
"Setelah beberapa hari bentrokan hebat, kota itu sekarang (dihadapkan) dengan kebutuhan kemanusiaan yang besar dan kapasitas respons yang sangat terdampak," kata Bruno Lemarquis, koordinator kemanusiaan.
Rekaman dari Goma menunjukkan penduduk membawa bahan makanan dan barang-barang yang dijarah dari toko dan gudang di kota tersebut. Koordinator Darurat Program Pangan Dunia PBB di Kongo timur, Cynthia Jones, mengatakan ini memperburuk siklus kekerasan dan membutuhkan tindakan yang sulit.