Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi polusi udara. (pexels.com/Marcin Jozwiak)

Jakarta, IDN Times - Laporan pemantauan kualitas udara yang berbasis di Swiss, IQAir, pada Selasa (11/3/2025) mengungkapkan bahwa sebagian besar penduduk dunia menghirup udara yang tercemar. Temuan ini diambil dari data 40 ribu stasiun pemantauan kualitas udara di 138 negara. 

Hanya 7 negara yang memenuhi standar kualitas udara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk partikel beracun kecil yang dikenal sebagai PM2,5, pada tahun lalu. Sementara itu, Chad, Bangladesh, Pakistan, Republik Demokratik (RD) Kongo, dan India memiliki udara paling tercemar di dunia.

"Chad dan Bangladesh memiliki tingkat kabut asap rata-rata lebih dari 15 kali lebih tinggi, daripada pedoman WHO tahun lalu," kata laporan tersebut, dikutip dari Al Jazeera.

Pada 2022, Chad menduduki peringkat negara paling tercemar akibat debu Sahara, serta pembakaran tanaman yang tidak terkendali.

1. Perubahan iklim berdampak besar dalam meningkatkan polusi

Menurut data tersebut, hanya Australia, Selandia Baru, Bahama, Barbados, Grenada, Estonia, dan Islandia yang memenuhi standar kualitas udara internasional WHO.

Christi Chester-Schroeder, manajer sains kualitas udara IQAir, memperingatkan bahwa perubahan iklim memainkan peran signifikan dalam meningkatkan polusi, dengan suhu yang lebih tinggi menyebabkan kebakaran hutan yang lebih ganas dan lebih lama yang telah melanda sebagian Asia Tenggara dan Amerika Selatan.

Skala masalah perubahan iklim juga diperkirakan jauh lebih besar, daripada yang dilaporkan. Hal ini mengingat banyak bagian dunia tidak memiliki pemantauan yang diperlukan, guna mendapatkan data yang lebih akurat. Sebagai contoh, di seluruh Afrika hanya ada stasiun pemantauan untuk setiap 3,7 juta orang.

"Sebagian besar negara memiliki beberapa sumber data lain, namun hal ini akan berdampak signifikan terhadap Afrika. Sebab, sering kali sumber-sumber ini merupakan satu-satunya sumber data pemantauan kualitas udara real-time yang tersedia untuk publik," kata Chester-Schroeder.

2. Udara kotor menyumbang kematian

Editorial Team

EditorRahmah N