Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi palu hakim (unsplash.com/Wesley Tingey)
ilustrasi palu hakim (unsplash.com/Wesley Tingey)

Intinya sih...

  • Chouchane menulis kritik terhadap presiden untuk menarik perhatian pemerintah atas kondisi hidupnya yang sulit.

  • Eksekusi terakhir di Tunisia terjadi pada 1991, dan kelompok hak asasi manusia menilai putusan ini sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

  • Presiden Saied dituding berusaha membungkam kebebasan berpendapat dengan mengembalikan Tunisia ke pemerintahan otoriter dan membatasi kebebasan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Seorang pria Tunisia dijatuhi hukuman mati karena unggahan Facebook-nya yang dianggap menghina Presiden Kais Saied dan menyerang keamanan negara. Kabar tersebut disampaikan oleh pengacaranya dan kelompok hak asasi manusia pada Jumat (3/10/2025)

Di pengadilan di kota Nabeul, pada Rabu (1/10/2025), menyatakan bahwa terdakwa, Sabre Chouchane, seorang buruh harian berusia 56 tahun, bersalah atas tiga tuduhan, yaitu mencoba menggulingkan negara, menghina presiden, dan menyebarkan informasi palsu secara daring.

Dilansir dari TRT Afrika, para hakim mengatakan bahwa unggahannya di Facebook memancing kekerasan dan kekacauan serta melanggar KUHP Tunisia dan undang-undang cybercrime kontroversial tahun 2022, Dekrit 54. Putusan ini merupakan yang pertama di negara Afrika Utara tersebut, di mana pembatasan kebebasan berbicara semakin diperketat sejak Saied merebut hampir seluruh kekuasaan pada 2021.

1. Terdakwa berniat menarik perhatian pemerintah terhadap kondisi hidupnya yang sulit

Pengacara Chouchane, Oussama Bouthelja, menjelaskan bahwa kliennya hanyalah warga biasa dengan pendidikan minim yang menulis unggahan mengkritik presiden sebelum penangkapannya pada 2024. Ia juga menyebutkan bahwa ayah dari tiga anak ini menderita disabilitas permanen akibat kecelakaan kerja.

“Sebagian besar konten yang ia bagikan merupakan salinan dari halaman lain, dan beberapa unggahan bahkan tidak mendapatkan interaksi sama sekali. Di pengadilan, ia mengatakan bahwa niatnya hanyalah untuk menarik perhatian pihak berwenang terhadap kondisi hidupnya yang sulit, bukan untuk memicu kerusuhan," tulis Bouthelja di Facebook.

Ia menambahkan bahwa pihaknya telah mengajukan banding atas putusan pengadilan tersebut.

2. Eksekusi terakhir di Tunisia terjadi pada 1991

Dilansir dari The New Arab, kelompok hak asasi manusia Tunisia CRLDHT menyebut putusan ini sebagai preseden serius dan menilai Tunisia telah mencapai tingkat pelanggaran hak asasi manusia yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kelompok yang berbasis di Paris ini menuntut pembebasan segera Chouchane.

"Hukum Tunisia menetapkan bahwa serangan yang bertujuan mengubah struktur negara atau mendorong warga saling menyerang dengan senjata, sehingga menimbulkan kekacauan, pembunuhan, dan perampokan di wilayah Tunisia dapat dihukum mati," kata CRLDHT dalam pernyataannya.

Meski pengadilan di Tunisia masih menjatuhkan hukuman mati, belum ada eksekusi yang dilaksanakan di negara itu sejak 1991.

3. Presiden Saied dituding berusaha membungkam kebebasan berpendapat

Saied terpilih pada 2019 setelah Tunisia menjadi satu-satunya negara demokratis yang lahir dari gelombang Arab Spring. Namun, pada 2021, ia melakukan pengambilalihan kekuasaan secara luas, mengembalikan Tunisia ke pemerintahan otoriter, membatasi kebebasan, dan menangkap ratusan lawan politik.

Dekrit 54, undang-undang yang mengkriminalisasi penyebaran berita palsu, diberlakukan oleh Saied pada September 2022. Undang-undang ini dikritik oleh kelompok hak asasi manusia karena dianggap membungkam kebebasan berpendapat. Puluhan pengkritik Saied telah diadili berdasarkan Dekrit 54 dan kini mendekam di penjara.

Banyak pihak juga menuduh peradilan Tunisia bertindak atas instruksi politik, meskipun Saied berulang kali menyatakan bahwa pengadilan bersifat independen dan kebebasan individu tetap terjamin.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team